Turun dari mobil alphard, setelah pintu di bagian tengah terbuka otomatis. Mengenakan kacamata hitam dan menyilakan rambut hitam panjang nan mengombak.
Lea menghela napas lega dan berkacak pinggang. Bersamaan dengan bergeraknya mobil di belakang. Meninggalkan tempat.
Pandangan Lea jatuh pada seseorang di depan sana. Elin, teman sekelasnya. Sedang mengobrol bersama dua orang perempuan. Menarik. Tangan kanan pun sedikit menurunkan kacamata tak sampai di lepas. Masih bertengger di hidung mancungnya. Sembari menautkan alis, Lea melirik tengil. Ada tatapan tidak suka.
Lea kembali menaikkan kacamatanya dan berjalan santai ke depan. Sesekali menoleh ke samping dan kanan, pura-pura tidak terjadi sesuatu.
Jarak di antara mereka menginjak dua meter. Lea memang sengaja membuat Elin berpikir kalau dirinya berniat menghampiri. Padahal, Lea berbelok ke kanan. Tampang santai Lea berhasil membuat Elin dan kedua temannya menatap aneh. Lalu, mengabaikan dan tertawa haha hihi.
Lea berhenti dan menoleh ke belakang. Melihat teman sekelasnya itu, lanjut berjalan dan mengobrol asyik. Sebuah ide terlintas. Sambil memasukkan kedua tangan ke saku rok abu-abu, Lea berjalan mundur. Dan ....
Dug!
Bruk!
Lea sengaja menabrakkan keras badan bagian punggung, mengenai tubuh samping kanan Elin hingga perempuan berponi itu terjatuh dan kedua telapak tangan di jadikan tumpuan di tanah.
"Aduh!" Elin meringis dan menengok ke atas. Mendapati Lea memasang wajah kaget dan baru saja melepas kacamata.
"Ups! Sorry. Gue nggak sengaja." Lea memelas lebay dan mengulurkan tangan kanan berniat membantu, tetapi di tepis Elin dan memilih di bantu kedua temannya.
"Lo sengaja, kan?" Elin menepuk-nepuk kotoran di telapak tangan. Membersihkan rok juga. Tidak lupa mendengus kesal.
Lea tersenyum dan memakai kacamatanya kembali, serta menunjuk Elin dengan dagu. Berkacak pinggang. Menantang.
"Gue bilang kan, nggak sengaja. Makanya, kalau jalan itu pakai kaki. Bukan pakai mulut."
Setelah itu, pergi dan mempercepat langkah kaki. Lea berusaha tetap santai. Dengan kaki sedikit meloncat-loncat.
Meninggalkan Elin yang seketika mengernyitkan alis. Sedang mencerna kalimat di ucapkan Lea. Apa hubungan kaki dengan mulut?
Lea menoleh sekilas ke belakang. Terlihat puas dan menyeringai, serta tertawa di dalam hati. Ia tidak peduli, meskipun Elin berdecak sebal.
Berita Panas
•
Gerombolan murid di ujung sana terlihat terkaget-kaget. Mereka berdiri di depan mading. Memenuhi koridor sekolah. Keributan pelan-pelan juga terdengar sampai ke telinga Lea.
Tidak ingin berlama-lama menjadi pengamat. Setelah melepas kacamata hitam dan memasukkan ke dalam tas birunya, Lea pun mendekat. Lea juga mendengar jelas suara-suara sedang bergosip.
"Ih, serius? Nggak percaya kalau Dhira."
"Bukannya dia murid beasiswa. Kok, bisa?"
"Kalau yang tengah sih, gue percaya."
"Ini siapa yang buat, sih? Fakta atau imajinasi?"
Menyela desak teman-teman yang tak di kenali olehnya. Acuh tak acuh, Lea merasa santai saat mereka tiba-tiba memberi ruang untuknya lewat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingenious
Teen FictionBukan yang pertama tetapi terakhir seakan tidak punya tujuan hidup. Lea peringkat terakhir paralel dituntut ambisius dan harus mencari partner belajar (sejarah, matematika, biologi) supaya nilai rapornya tidak merah lagi. Kelompok murid ambis terga...