Chapter 7

428 82 25
                                    

Aidan geram mendengarnya. Dia sungut, naik pitam. Dia tak percaya sekaligus tak menolerir hal yang telah dilakukan Miska dan Tori. Darah di tubuh Aidan melonjak naik ke permukaan. Wajah Aidan langsung memerah tak keruan. Lantas bergegaslah ia mencari Miska dan Tori di kelasnya.

Dali segera menahan tangan Aidan dengan cepat, "Idan... jangan gegabah dulu. Kamu harus cari tau dulu kebenarannya"

"Ya ini gue juga mau langsung nyari tau kebenarannya, Dali! Makanya gue mau datengin tuh si Miska sama Tori" jawab Aidan.

"Tapi sekarang emosi kamu di ambang api, Idan. Dali takut Idan akan ngelakuin sesuatu yang nantinya malah Idan sesali"

"Gue gak peduli, Dali. Gue mau cari si Miska!" ungkap Aidan, mempercepat langkahnya menuju kelas Miska.

"IDAAAN!!!" Dali meneriakinya, tapi Aidan tetap berjalan dan tak peduli pada apapun lagi. Dia butuh kejelasan dan kepastian.

~

Julian di ruangannya, di kantor, tetap tak peduli pada beberapa pesan dari Arsen yang berkali-kali meminta maaf disana. Entah mengapa kali ini dia amat merasa kacau. Berbagai masalah berdatangan secara tak terduga. 

Julian merasa bahwa ini bukanlah jalan hidup yang sebenarnya ia inginkan. Belasan tahun hidup berdampingan dengan Arsen, masalah demi masalah terus saja melanda. Mencoba bertahan, menjadi yang paling kuat dalam berbagai ujian. Julian berusaha untuk terus tegar.

Dia rasanya tidak sanggup untuk menjalani hidupnya ke depan. Pikirannya semakin berjalan jauh. Dia melihat ke penjuru ruangan. Foto keluarga di meja. Segalanya malah seakan bertambah buruk. Julian makin penat dan lelah. Dia menutup mukanya. Mencoba menenangkan diri, tapi tak bisa.

"Pak, satu jam lagi kita ada meeting di kafe Gloria ya" ujar Mawar, sekretaris Julian.

Julian mengangguk, lalu berdiri dan bersiap untuk mengikuti jadwalnya untuk meeting bersama klien di kafe Gloria.

~

"Nak... Papa minta maaf ya. Kalau Papa selama ini belum bisa jadi Papa yang baik buat kamu" isak Arsen di kuburan putra keduanya, Adrial. Dia mengelus-elus papan nisan anaknya itu dengan lembut dan tak sanggup.

Dia sadar bahwa ia rapuh begitu tiba di hadapan makam ini. Dia seakan ingin pergi menyusul anaknya itu daripada hidup tanpa Adrial disisinya.

"Kamu baru aja Papa temukan. Belum lama kamu bersama kami. Kamu sudah pergi meninggal dunia" tangis Arsen semakin rapuh pada putranya tersebut. "Papa kangen banget sama kamu, Nak. Papa kangeeeeeeennn banget sama Iyal"

"Anak kamu pasti juga kangen sama kamu, Sen" ujar seseorang tiba-tiba yang berdiri di belakang Arsen.

Sekejap Arsen tertegun dan tercekat. Dia kenal betul suara itu. Suara yang tak akan pernah ia lupakan. Suara manusia separuh setan tersebut. Biadab. Arsen menoleh ke belakang. Terang saja. Perasaannya benar. Ia adalah lelaki yang amat dibencinya. "Caleb!!!"

Caleb tersenyum mulia pada Arsen, "Hai, Sen"

Arsen berdiri dari jongkoknya, dia gelagapan sekaligus ketakutan. "Mau apa kamu disini?"

Caleb ikut panik kala Arsen ketakutan seperti itu, "Sen, Arsen, tenang. Aku kesini dengan niat baik. Aku hanya ingin bertemu kamu, dan minta maaf sama kamu"

"ENGGAAAK!!!" teriak Arsen seketika, "TOLOOOONG!"

Arsen berusaha meminta tolong, sayangnya pemakaman itu terlihat sepi. Caleb berusaha sekali lagi untuk menenangkan Arsen, "Arsen, tenang, Arsen. Aku gak ada niat jahat sama sekali. Demi Tuhan"

Arsen langsung mengeluarkan ponsel dari sakunya lalu mencoba menelpon Julian di kantornya. Beberapa nada tunggu berbunyi, Julian tetap tak menggubrisnya.

STUCK ON YOU 5 (FINAL 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang