Chapter 44

323 53 5
                                    

Caleb dilarikan ke rumah sakit terdekat dari rumah tersebut. Arsen panik bukan main kala melihat pengorbanan Caleb yang begitu besar untuknya.

Setibanya di rumah sakit, Caleb langsung di bawa ke ruang IGD dengan penanganan tercepat.

"Kalau sampai terjadi apa-apa sama Caleb, Arsen gak bisa maafin diri Arsen sendiri, Bang" ujar Arsen sambil menangis di bangku tunggu.

Julian mengusap-usap bahu Arsen, memberikan ketenangan untuknya. Membiarkan Arsen bersedih sedemikian rupa.

"Dia gak bohong, Bang. Dia menepati janjinya. Dia benar-benar ingin mengembalikan semuanya sama kita. Tapi kita gak menaruh rasa percaya sama dia" lirih Arsen lagi.

"Semua kejadian ini, lagi-lagi harus kita jadiin pelajaran dan pengalaman, Sen. Sudah bertahun-tahun kita bersama, beribu-ribu cobaan dateng silih berganti. Dan kita selalu bisa ngadepinnya dengan kita bersama-sama" tutur Julian. "Udah jangan sedih ya. Kita doakan agar Caleb masih bisa bertahan"

Arsen mengangguk, sambil menyandarkan kepalanya di pundak Julian.

~

Adrial mencari-cari dimana Stefan berada, namun tak kunjung ditemukan. Beberapa kali ia berusaha menelpon Stefan, namun Stefan tak urung menjawab telpon tersebut.

Sampai di koridor sekolah, Adrial bertemu dengan Tori. "Tor... Tor..."

"Kenapa lo?" tanya Tori, ketus.

"Stefan dimana ya? Lo tau gak dia kemana, atau dia sempat pamit ke elo?" tanya Adrial cemas.

"Ngapain lo tanya dia ke gue. Masih punya malu gak lu nanya gitu ke gue?" cetus Tori.

"Tor, please. Lo boleh benci sama gue, tapi gue mohon, kasih tau gue dimana Stefan. Karena... gue mau minta maaf sama dia. Gue tau dan gue sadar kalo gue salah banget sama dia"

"Akhirnya" Tori tertawa remeh.

"Please, Tor. Please..." pinta Adrial.

"Mana gue tau dia dimana. Emang gue siapanya dia? Cabut kali dia ke rumah. Gara-gara bete sama lo tuh!" cetus Tori.

"Oke. Makasih Tor" Adrial buru-buru langsung ke kelas Aidan untuk meminta kunci mobil. Namun ketika dia ke kelas, Aidan tidak ada disana. Lalu Adrial pun beralih pada tas Aidan dan menggeledah tas tersebut. Dan benar saja, kunci mobilnya terdapat didalam tasnya.

Buru-buru Adrial mengambil kunci mobil tersebut dan berlari menuju parkiran mobil.

Adrial langsung menyalakan mesin mobilnya. Dia mempelajari itu dari Aidan yang sering mengantarnya ke sekolah. Perlahan dia langsung menancap gas mobil matic tersebut.

Meski sering kagok dan tak lancar, Adrial berusaha untuk terus mengendarai mobil tersebut. "Aduuuhh, Aidaaan. Sorry banget mobil gue pake dulu. Lindungi hamba ya Allah. Gue harus temuin Stefan"

Adrial tak sempat melihat lampu merah dihadapannya. Begitu lampu beralih dari oranye menjadi merah, Adrial sebisa mungkin menginjak rem. Mobil pun berhenti di tengah jalan seketika sampai dari arah kanan mobil lain melaju kencang dan sukses menabrak mobil Adrial. Adrial mengalami kecelakaan. Kepalanya membentur stir dengan keras sampai ia tak sadarkan diri.

~

"Gimana keadaan Caleb, Dok?" tanya Arsen ketika dokter keluar dari ruang UGD.

"Tuan Arsen, Caleb mengalami pendarahan yang cukup banyak dan luka dalam di bagian perutnya. Tapi hal ini jarang sekali terjadi begitu melihat pasien yang masih mampu bertahan. Kalau pasien lain, mungkin sudah beda cerita" jelas Dokter.

"Jadi Caleb baik-baik aja, Dok?" tanya Julian.

"Ya. Beliau baik-baik saja, meski begitu ia terbilang rentan karena kankernya yang terus menerus berjalan menggerogoti badannya. Jadi mungkin, jika dibilang baik-baik saja, rasanya terdengar nihil. Karena sebenarnya kesempatan dan waktu Caleb sangatlah tidak banyak" tutur sang Dokter.

Arsen terdiam, bimbang.

"Kita berdoa saja, agar Pak Caleb bisa lekas pulih. Saya tinggal dulu ya" ujar Dokter.

Julian mengangguk, "Makasih, Dok"

Arsen lalu segera masuk ke kamar Caleb untuk melihat keadaan Caleb disana. Dia memegang tangan Caleb, "Cal..."

Caleb membuka matanya dengan sayu dan berusaha bernapas. Dia bisa melihat siapa yang kini di ruangan ini. Arsen dan Julian. Dua orang yang begitu ia benci dahulunya. Kini merekalah yang masih mau menjenguknya disaat kritis seperti ini.

"Makasih kamu udah tolongin aku, Cal. Kamu udah nepatin janji kamu untuk mengembalikan semuanya sama aku dan Julian. Makasih ya, Cal. Kamu jadi kayak gini karena aku. Aku bahkan egois banget karena gak mau maafin kamu" ujar Arsen panjang lebar. Dia menangis disana.

Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu, Arsen. Aku sudah berbuat jahat pada keluarga kamu. Tapi jauh dari semua itu, aku benar-benar cinta sama kamu. Sampai aku tega melakukan itu semua sama kamu.

Mungkin kamu merasa aku permainkan atas cinta kamu yang begitu besar sama aku, Sen. Makanya kamu pergi dari aku. Tanpa kamu tau kejadian yang sebenarnya pada saat itu.

Aku dijebak, Arsen. Sampai kamu harus melihat kejadian itu. Sampai kamu berpikir bahwa aku begitu jahat sama kamu. Sampai kamu pergi meninggalkanku dan pindah sekolah. Kamu menghilang tanpa jejak.

Dan pada saatnya aku bertemu kamu lagi, kamu sudah menyukai orang lain. Kamu jatuh hati pada Julian Januar. Dan aku sama sekali tidak bisa merubah apapun tentang itu. Karena hati kamu sudah sangat terpaut pada Julian.

Tapi jika kamu bertanya sekali lagi. Apa aku mencintaimu? Benar-benar tulus mencintaimu? Dan itu membuat kamu harus menanggung ragu.

Sejak dulu... jawabannya pun tetap sama. Iya, Arsen. Aku mencintaimu. Tapi aku ragu dengan hubungan kita pada saat itu. Maafkan aku, Arsen. Sudah membuat celah kesalahpahaman di antara kita. Maafkan aku karena menjadi jahat untukmu. Maafkan aku karena harus membuatmu menderita, bukannya jatuh cinta. Maafkan aku, Arsen.

Gumam Caleb dalam hati. Rasanya itu amat terlalu panjang jika harus diungkapkan oleh kata-kata saat ini. Sedang ia sendiri pun tidak tahu, sudah berapa lama lagi waktunya untuk bertahan.

"Caleb... untuk semua yang pernah terjadi di hidup aku. Aku... dan Julian... sudah ikhlas memaafkan kamu. Kamu gak perlu sedih lagi ya. Kamu gak perlu takut lagi. Kami sudah memaafkan kamu" ujar Arsen.

Julian tersenyum kecil memandangi Caleb.

Caleb menganggukkan kepalanya dengan sederhana. Kemudian dia bersuara dengan letih, "Aaarr...seenn..."

"Ya, Cal?"

"Sejak dulu... aaa...kuu... su-dah jatuh cinta juga sa-ma... kamu..." tutur Caleb seketika.

Arsen semakin menitihkan air matanya dengan getir.

"Juliaannn..." panggil Caleb dengan lirih.

"Ya, Cal?" Julian menyunggingkan senyuman diantara sedihnya.

"J-ja-ga... Ar... sen... ya..."

Julian mengangguk. "Pasti, Cal. Pasti"

Dalam satu tarikan napas, mata Caleb terasa berat sampai terpejam. Barulah napas itu menjadi napas terakhirnya. Dia sudah tak bersama-sama dengan Arsen dan Julian lagi. Pergi dengan damai.

Arsen menangis sesenggukan dan langsung memeluk Julian disana. Perasannya campur aduk sekarang. Ia memilih merengek didada Julian setelah kepergian cinta pertamanya, Caleb.

TO BE CONTINUED

Chapter-chapter terakhir dari serial STUCK ON YOU

STUCK ON YOU 5 (FINAL 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang