fourty two

1.1K 211 14
                                    

Jihan bangun dari tidurnya.

Pagi ini cuaca mendung, dan hembusan angin membuat Jihan menggosokkan kedua tangannya.

Gadis itu masih ingat dengan mimpi kemarin, tidak tau kenapa semua seperti kenyataan. Siang itu seperti keajaiban, bisa bertemu seseorang yang kalian rindukan di dalam mimpi.

Menuruni tangga, Bundanya sedang memasak sarapan. Dan Jungwon yang sedang duduk dan asik dengan ponselnya.

Tunggu.

Apa Jihan sedang di dalam mimpi? Kenapa ada Jungwon?

"Bunda."

"Sayang? Ayo sarapan, bareng Jungwon." Bundanya membawa roti panggang, dan menaruhnya di meja.

"Bunda, aku udah gila, ya? Aku mimpiin Jungwon terus setiap hari, aku ngeliat dia disini Bunda. Aku nggak mau jadi halusinasi gini, aku mau sadar."

Merasa terpanggil, lelaki itu menatap Jihan. "Kenapa dari kemarin selalu bahas mimpi?"

"Karena ini nggak nyata, gue liat lo disini. Sementara lo udah mati, Won. Gue liat lo sekarat, gue liat lo di kubur, di depan gue. Gue yang nangisin lo, di makam lo."

Jungwon beranjak dari duduknya, "Jadi, apa yang lo percaya sekarang? Mimpi lo? Atau kenyataan?"

"Kenyataan. Gue nggak mau semakin berlalut. Beberapa minggu lagi pengumuman SNMPTN, gue mau fokus untuk itu."

Jungwon menghela napasnya, "Terus? Gue nyata, Han. Gue ada, sekarang. Di depan lo."

Bunda Jihan mengelus kepala putrinya, "Jihan?"

Mundur beberapa langkah, "Jelas-jelas gue liat lo mati, lo nggak ada, Won. Lo nggak ikut ujian, nggak ikut wisuda, dan sekarang? Kenapa tuhan bikin gue gila kayak gini?"

"Lo yang nyiptaiin itu sendiri, lo yang berharap gue mati, alam bawah sadar lo yang nggak nerima gue."

Jihan menggeleng, merogoh ponsel dari kantong baju piyamanya. Menelpon orang yang saat ini muncul di benaknya.

"Halo," Jihan menatap Jungwon, sedangkan Bunda Jihan berdiri dan berjalan kearah Jihan. "Bunda masuk kamar dulu, kalian berdua bisa bicara."

Gadis itu menekan tombol speaker, "Halo, Han?"

"Haruto," memegang ponsel dengan tangan yang gemetar hebat, "Kita semua yang gila, atau cuma gue doang?"

"Maksudnya, Han? Ada apa? Gue harus kesana?"

"Nggak usah, gue cuma mau jawaban dari lo."

Jihan memejamkan matanya, menghembuskan napasnya, "Gue liat Jungwon di depan mata gue, To. Gue merasa ini nyata, tapi gue yakin, gue sakit, gue gila kayaknya."

"Han..."

"Gue liat dia bicara, gue liat dia jalan, gue liat dia, To. Gue nggak bercanda, gue liat pake mata kepala gue sendiri."

"Jihan--"

"Jawab gue sekarang, ini ilusi gue? Atau ini kenyataan? atau alam bawah sadar gue yang maksa gue berpikir dia udah nggak ada?"

"Lo tenang, ya. Gue--"

"JAWAB GUE!"

Jungwon mendekat kearah Jihan, tetapi gadis itu memberi intruksi untuk tetap diam, dia tidak mau disangka gila hanya untuk melihat orang mati di depannya.

"Gue liat lo nangis, Haruto. Gue liat lo janji buat balapan sama Jungwon lagi di surga, gue liat lo yang bantuin kuburin temen lo, apa yang gue liat salah? Gue liat Dohyon sama Win berusaha nahan nangis, gue liat temen-temen kelas semuanya dateng ke pemakaman saat itu, gue aja yang merasa ini aneh? Gue aja yang merasa takut sekarang?"

"Gue... Nggak tau apa yang lo omongin, Han."

Jihan menggeleng, mencoba untuk menyangkal jawaban Haruto. "Semuanya ada saat dia kritis, lo ada di samping gue, To. Setiap gue nangisin dia. Lo, Win, sama Dohyon ngeliat itu semua."

"Iya, Han. Kita ada buat lo, kita sama-sama nemenin dia di rumah sakit. Tapi," suara Haruto menggantung.

"Tapi? Tapi apa?" tanya Jihan tak sabar.

"Nggak ada yang mati, Han. Nggak ada pemakaman siapapun seperti apa yang lo jelasin tadi, dia masih ada, Han. Temen kecil lo masih ada."

Jihan terdiam, menaruh ponsel itu di meja, lalu menarik rambutnya kasar.

"Gue udah gila." katanya.

"Jiwa gue emang udah mati, Han. Tapi tubuh gue belum, gue dikasih kesempatan kayaknya, kata lo gue udah mati, kan? Gue hidup untuk lo, berkat doa lo. Gue hadir di depan lo sekarang."

less of you ; jungwon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang