duapuluh tujuh

49 2 0
                                    

27

"Seorang teman yang benar-benar tulus dan baik, tidak akan membiarkan temannya melewati sukar sendirian,"----Aisha Valerie.

.
.
.

Pulang sekolah, Aisha menerobos kerumunan guna menuju kamar mandi. Selesai menunaikan hajatnya, ia keluar.

Pemandangan yang aneh saat ia melihat suasana di sekitar. Sudah ada cewek-cewek geng D'hitz. Yang pimpinannya belum datang. Ia menerka apa yang bakal terjadi nanti. Namun, ia tepis pikiran negatif itu.

"Heh! Lo ikut gue!" Suara pimpinan geng datang.

"Ogah, siapa lo merintah-merintah gue!" balas Aisha judes.

"Cepet!" Cewek itu menarik paksa Aisha. Cepat Aisha menepis tarikan itu kuat-kuat.

Tarikan terlepas, namun dua tangan lainnya sigap menarik Aisha lagi. Mencoba memberontak, namun usahanya sia-sia. Aisha telah mengakui, bahwa dia kalah fisik. Secara komplotan itu jumlahnya sekitar 5 orang. Ia pasrah mengikuti mereka.

Aisha di bawa ke belakang kamar mandi putri. Tempat yang jarang dipijak oleh siapapun. Banyak rumput-rumput liar yang tumbuh di sana.

"Lo pikir gue nggak tau. Reyes ngedatengin kelas lo, lo ngadu apa sama dia?" tanya Jovita sinis.

"Buat apa gue ngadu tentang hal nggak berguna kek gini? Buang-buang waktu!" ketus Aisha. Membuat cewek di depannya merasa tersinggung, amarahnya tersulut. Namun, seperti ditahan. Gerak-geriknya mencurigakan.

"Gengs!"

BYURRR!

Dalam sekejap, Aisha menjadi basah kuyup. Mulai dari ujung kepala hingga kaki. Bahkan mungkin isi tasnya juga ikut basah terkena air. Air itu datang dari dalam kamar mandi. Ia merasa kegiatan busuk ini sudah direncanakan sebelumnya. Ia geram. Hari Senin, dan besok masih ada hari Selasa, yang artinya baju basah itu harus ia pakai lagi besok.

Cewek di hadapannya menyeringai lebar. "Ada tikus got nyasar di sini, Gengs hahaha."

"Hahaha!"

"Ewh...!"

"Jijik."

"Ini akibatnya kalo lo berani sama gue!" ucap Jovita lagi dengan penuh penekanan.

Aisha tidak membalas ucapan-ucapan itu. Toh tidak ada gunanya. Namun, matanya berpendar benci. Rasanya Aisha ingin menggampar wajah mereka satu persatu. Namun, sekali lagi teringat, ia kalah jumlah dari mereka. Mau berontak pun tidak akan menguntungkan.

"Trus gimana, Vit?" tanya salah satu cewek yang melepas cengkeramannya dari tangan Aisha.

"Cabut aja!" ucap Jovita, mengajak gengnya untuk kabur.

Geng itu sudah pergi. Tinggal Aisha yang berdiri sendiri di sana. Ia berjongkok, menahan rasa dingin yang merasuk. Air matanya tumpah begitu saja.

"Kenapa gue selemah ini, sih!" gumamnya di sela air mata yang mengalir. Ia memukul pahanya pelan.

Lama ia dalam posisi berjongkok, akhirnya ia berinisiatif untuk segera pulang dan mengeringkan baju. Seragam putih itu menjadi tembus pandang. Aisha menutupinya dengan tangan. Lalu menggeleng pelan. Menyadari bahwa ditutupi dengan tangan tidaklah efektif.

Ia memejamkan matanya pelan, lalu membuka lagi. Dengan cepat ia mengambil tas yang berada di punggung untuk dicangklong di depan dada. Setidaknya hal itu sedikit menutupi. Meski ia tidak yakin, bahwa punggungnya menjadi tontonan orang-orang.

Perlahan ia berjalan meninggalkan tempat itu. Sampai di depan kamar mandi putri, Aisha masih memperhatikan sekeliling. Sekaligus menunggu agar suasana di sekitar lapangan sedikit sepi.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang