empatpuluh

56 1 0
                                    

40

"Tidak ada hal yang kuinginkan dari kita, selain kepastian. Kepastian akan rasamu, juga kepastian akan dibawa ke arah mana hubungan ini."---Aisha Valerie.
.
..
.

Seorang gadis sedang terbaring dengan sebelah tangan memegang handphone. Netranya menatap langit-langit kamar. Hari ini ia telah menghabiskan seluruh hati dan tenaga untuk menjenguk Reyes. Aisha menghela napas lega, saat mengetahui kondisi pujaan hatinya sudah membaik. Namun, bayangan kejadian tadi masih terbayang jelas di mata Aisha. Ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian, tetapi semenjak Reyes ada di hidupnya. Aisha merasa baik-baik saja berada di keramaian dan menjadi pusat perhatian.

Bibirnya mengukir senyum, sesaat kemudian gadis itu cengar-cengir tidak jelas.

"Ehmm...."

Aisha langsung menoleh. Raut wajahnya langsung berusaha dinormalkan mendapati Shila berada di pintu kamar.

'Semoga aja Shila tadi nggak lihat mukaku,' batin Aisha.

"Eciieee... yang daritadi senyam-senyum, lagi kesemsem sama kang asem ya?" goda Shila seraya mendekat.

Aisha tidak bisa membantu, wajahnya masih memancarkan sinar kebahagiaan yang tidak bisa dibantah. Berarti adiknya sudah memergoki tingkah anehnya sejak tadi.

Dengan cemberut, ia berkata, "apa sih, Shila?"

"Ayo ceritain dong Kak? Udah jadian ya?" Shila menyenggol lengan kakaknya dengan manja.

"Belum sih, doain ya Shil," tutur Aisha pada akhirnya.

Bip
Bip

Handphone di tangan Aisha berbunyi, mengalihkan atensinya juga Shila. Jempol tangan Aisha segera mengusap layar. Membaca nama yang mengiriminya pesan via WhatsApp. Bibirnya kembali mengukir senyum.

[Udh sampe rumah?]

Dia segera mengetikkan balasan. Tetapi bingung mau membalas apa.

[Udh]

[Jam brp?]

[Jam 4 sore]

Selesai mengetikkan balasan, gadis itu masih menatap layar. Berharap ada pesan lagi dari Reyes. Namun sepertinya itu hanya sebatas ingin saja. Karena sampai lima menit berlalu, Reyes tak kunjung mengirim balasan. Jangan lupakan, pesan dari Aisha yang sampai sekarang tidak terbaca, padahal statusnya masih online. Wajahnya menjadi cemberut.

"Kak, kok tiba-tiba cemberut gitu?"

Aisha menoleh, Shila masih duduk di sampingnya.

"Nggak apa-pa kok."

"Pasti nungguin balesan dari dia ya?"

"Stt... diem deh. Urus aja gebetanmu sana."

"Gebetanku akhir-akhir ini lagi sibuk Kak, dia anggota OSIS, dan aku merasa seperti dilupain. Nyampernya cuma pas butuh doang," keluh Shila dengan wajah memelas.

"Ya kalo gebetannya sibuk itu dibantuin, bukan ditinggalin, udah sono gih pergi-pergi dari kamar gue,"

Shila menggembungkan pipinya sebelum berkata, "yah, diusir!"

Punggung Shila sudah menjauh dari depan kamarnya. Segera saja Aisha menutup pintunya rapat-rapat. Dia akan kembali memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi antara dirinya dan Reyes.

Apa seperti ini, kenapa rasanya berbeda ketika mengobrol di sosial media? Satu hal yang kembali kusadari, ternyata ia lebih asyik di dunia nyata.

Aisha menggulir layar handphone-nya. Astaga! Sudah lama sekali ia tidak membuka akun Twitternya. Pasti ia sudah banyak ketinggalan informasi ter-update. Apalagi teman-teman ghibahnya.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang