empatpuluh dua

60 1 0
                                    

42

"Jika memang aku hanya kamu anggap sebagai teman. Tidak apa-apa, aku akan berusaha untuk menjadi teman yang baik, yang selalu menemanimu, mendengar keluh kesahmu, dan mendukung kebahagiaanmu"--- Aisha Valerie.
.
.
.
.
.

Adzan dzuhur telah berkumandang, tepat setelah bel istirahat berdentang. Siswa-siswi yang tergolong rajin dan taat langsung menghambur menuju tempat wudhu dekat mushola. Tak lebih banyak dari jumlah siswa yang malas beribadah. Padahal ibadah adalah satu-satunya bekal untuk dibawa mati. Entahlah, mungkin mereka pikir mereka masih akan hidup lama di bumi.

Aisha tergolong siswi yang santuy. Gadis itu mengantri di kran tempat wudhu paling ujung, dekat tembok. Gemericik air terdengar riuh.

"Cha?" Seseorang menepuk bahunya dari belakang, itu Feyla dengan cengiran khasnya.

Aisha terlonjak kaget, tetapi masih bisa mengontrol mulut untuk tidak mengumpat. "Ngagetin aja lo, Fey!"

"Hehe, maap. Elo sih nggak pernah kelihatan."

"Ya kalo gue nggak kelihatan, gue ghaib dong? Ngadi-ngadi lo!"

"Ya maksudnya, gue jarang banget liat lo, emang lo nggak pernah keluar dari kelas ya?"

Siswi yang berwudhu di depan Aisha sudah selesai. Kini giliran gadis itu yang memutar kran.
"Sembarangan, iyain aja deh biar cepet."

"Hehehe, gue kangen tau, gosip bareng lo sama Tiara," setelah mengucap kata itu. Feyla juga memutar kran di sebelah Aisha bersiap untuk berwudhu.

Keduanya berjalan memasuki mushola. Menuju etalase yang berisi sajadah dan mukena.

"Cha, gimana lo sama Reyes?"

"Nggak gimana-gimana, biasa aja." Aisha menjawab seadanya sembari mengendikkan bahu.

"Masa sih?" Terlihat raut wajah Feyla yang tidak percaya.

"Iya, dibilangin juga."

Aisha mengambil mukena terusan berwarna putih dan sajadah tipis berwarna biru laut. Mengenakannya asal, lalu membenarkan posisinya di depan kaca. Mewanti-wanti agar tidak ada satupun rambut yang terlihat.

Gadis itu menggelar sajadah, lalu fokus mengerjakan sholat. Disusul Feyla di sampingnya.

Selesai, keduanya melipat mukena dan menaruhnya di tempat semula. Aisha menyapu pandangan ke sekitar. Tiba saat melihat ke arah pintu, saat itu pula mata Aisha mendapati wajah Reyes yang basah karena air bekas wudhu. Terlihat adem dan nyaman sekali untuk dipandang.

"Nah, baru aja diomongin," celetuk Feyla. Menyadarkan tatapan memuja cewek di sampingnya.

"E-eh."
Pipinya merona dan salah tingkah. Untung saja cowok itu tak menyadari keberadaan Aisha di tengah kerumunan. Ternyata memiliki tubuh pendek, ada untungnya juga.

"Potongan rambutnya kok keliatan aneh ya, Cha? Ini mata gue yang salah apa gimana?"

Aisha tersenyum, teringat kejadian di kelas pas jam istirahat pertama tadi. Gadis itu menepuk pundak Feyla pelan. "Nanti gue ceritain."

-------------------

"Lo nyuruh gue ke sini buat ngapain?" Aisha mendudukkan pantatnya di sebuah bangku di pinggir lapangan.

"Buat jadi suporter gue."

"Bayar," ucap Aisha ketus.

"Nih," Reyes menyodorkan uang lima ribu rupiah dari saku celana.

Aisha menerima uang itu, kemudian mengembalikannya pada si empu.

"Sebagai bayarannya, lo harus bantuin gue ngerjain tugas kimia." Sebenarnya Aisha ingin mencontek saja, tapi ia urungkan.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang