empatpuluh tiga

58 1 0
                                    

43

"Apapun itu, gue gak bakal pernah nyerah hanya karena ucapan-ucapan yang menganggap remeh usaha gue! Gue bakal buktiin ke mereka kalo gue bisa bikin bangga!"---Reyes Delvin Anderson.
.
.
.
.
.

Sang Raja Siang sedang bersemangat menyinari bumi. Begitu cerah dan terik. Membuat para pengusaha, petani, pedagang dan lainnya sangat bersyukur. Karena mempermudah usaha mereka dalam mengeringkan bahan ataupun olahan. Langit biru membentang sejauh mata memandang. Awan-awan tipis menghambur terlihat seperti kapas yang membentuk pola-pola unik dan indah.

Semua pemandangan ini tak luput dari netra sosok jangkung yang mengendarai  motor ninja dengan pelan. Bibirnya tertarik beberapa mili membentuk senyuman singkat. Menikmati pemandangan di siang hari. Padahal, jika dipikir lebih baik menarik tuas gas dan bergegas menuju rumah, berganti baju, lalu rebahan manja di kasur. Namun, entah angin apa yang membuatnya sebahagia ini. Cowok itu bahkan menyapa setiap orang di jalan yang berpapasan dengannya.

Sekarang Reyes sudah berada di depan pintu rumah, setelah memarkirkan motornya di garasi samping. Langkah kakinya bergerak mantap, tangannya membuka pintu utama dengan yakin.

"Assalamu'alaikum!"

"Waalaikumsalaam," suara cempreng yang menurut Reyes sudah lama tidak terdengar.

"Lhoh, Mbak Naya, kapan ke sini?" Reyes terkejut mendapati sosok yang telah lama ia rindukan kebersamaannya; termasuk omelan, suara cempreng, dan kegalakannya. Naya Delvina Anderson, kakak yang terpaut usia 4 tahun di atasnya.

"Udah dari tadi pagi," jawab Naya yang sedang menemani Genta--putranya yang berumur 3 tahun--bermain mobil-mobilan di ruang tamu. Lalu wanita itu berjalan menghampiri adik lelaki satu-satunya dengan bahagia. Disusul Genta yang mengekor di belakangnya.

"Uncle Leiys!" Genta memanggil Reyes dengan bicara cadelnya. Anak kecil itu menghambur mendekati kaki Reyes. Membuat cowok jangkung itu berjongkok menyamakan tingginya dengan si keponakan.

"Kangen ya sama Uncle?" Reyes menoel pipi gembil Genta, gemas.

Anak kecil itu mengangguk lucu.
"So much."

"Btw, mama sama papa di mana Mbak?" Reyes mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Mama lagi di belakang, kalo papa masih di kantor."

"Oh."

"Trus Bang Prabu ke mana?"

"Dia lagi ada janji ketemu sama kliennya di daerah sini, di kantor C. Lagi diskusi tentang desain gedung baru gitu katanya," jelas Naya.

"Oh. Kenapa Mbak nggak ikut?"

Naya melotot, mengambil ancang-ancang untuk mengeluarkan jurus menabok dengan cantik dan elegan.

"Jadi, ngusir nih? Berani ya sekarang main ngusir? Hmm?"

"Yaelah, becanda kali Mbak. Mana berani, Reyes kan cuma nanya baik-baik." Cowok itu mengacungkan kedua jarinya tanda damai.

"Mommy gak boleh gitu sama Uncle!"

"Bentar ya Mbak, gue mau ke kamar dulu, ganti baju."
Reyes segera melipir menaiki anak tangga menuju kamarnya. Bukan ia takut pada Naya, tetapi dulu Naya adalah seorang perempuan tangguh yang berhasil mendapatkan sabuk hitam taekwondo saat kelas 3 SMP. Dan pernah beberapa kali menyabet gelar juara di pertandingan antar sekolah.

Reyes meluncur ke kamar mandi, menyalakan shower. Air dingin dari shower membasahi rambut kepala dan tubuhnya.

Hari ini Reyes begitu bahagia, bagaimana tidak, ia berhasil lolos seleksi tahap pertama. Dari sekian ratus siswa yang berpartisipasi, hanya meloloskan 40 kandidat. Meskipun akan diseleksi lagi minggu depan. Ditambah lagi kehadiran kakak perempuan dan keluarga kecilnya. Reyes menduga bahwa nanti malam suasana rumah yang terbiasa hening itu menjadi ramai.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang