tigapuluh delapan

55 2 0
                                    

38

"Ketika aku kehilangan gairah hidup. Kau menyulutkan api semangat untukku. Ketika aku mencapai apa yang semua orang harapkan. Kau malah menghilang. Kau tau, sebenarnya aku ingin merayakan keberhasilan itu bersamamu,"---Aisha Valerie.

.
.
.
.

Di sebuah ruang makan yang sederhana. Ke empat anggota keluarga sedang sibuk menekuri isi piring masing-masing. Tidak ada yang berbicara. Hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring porselen.

Tidak sampai setengah jam, mereka sudah berhasil menyelesaikan makan malam.  Aisha dan Shila membantu Eska membereskan meja. Aisha membawa piring-piring dan gelas kotor. Lalu menaruhnya di bak cuci. Ayahnya berjalan menuju ruang keluarga.

Shila bergerak menyusul di samping kakaknya.
"Siapa nih yang mau nyuci semuanya?"

Aisha  menoleh, dahinya mengernyit. "Aku yang nyuci. Dan kamu yang bilas!"

"Tapi..."

"Enggak ada tapi-tapian!"

"Iya-iya," jawab Shila pasrah.

Aisha mengambil spons yang sudah dibasahi dan meneteskan cairan pembersih piring ke atasnya. Peralatan yang di cuci pertama adalah gelas. Baru setelahnya ia mencuci piring bersama Shila.

Ketika mendapati Shila sibuk dengan tugasnya, Aisha tersenyum.
Tiba-tiba ide jahil muncul di benaknya. Ia mencolek pipi bakpao Shila dengan busa.

"Iiih... Kak Icha apaan sih?!" gerutu Shila pelan.

Aisha kembali tersenyum, dan berkata, "maaf nggak sengaja, Shil."

Shila terdiam, tetapi dalam diamnya ia menyusun rencana pembalasan. Sebuah lampu bersinar terang di atas kepalanya.

Ia memutar kran ke kondisi paling deras. Kemudian menaruh piring di bawahnya dan dimiringkan ke arah kakaknya. Otomatis cipratan air deras itu mengenai baju Aisha.

"Ga asik lo balesnya!" ketus Aisha sembari menyiprati Shila dengan busa.

"Siapa dulu yang njarak?! Wleek!" Shila mencebikkan bibir, berniat mengejek kakaknya.

Tidak terima, Aisha kembali melempar busa.
"Awas yaaa!!"

Perang antara busa dan air kran itu berlanjut sampai sepuluh menit.  Hingga akhirnya Aisha menyerah dan meminta maaf dahulu.

Aisha tersadar, ia tidak pernah ia bermain seakur ini dengan Shila. Ia berharap semoga Shila dan dirinya akan seperti ini terus selamanya.

"I really love you my sister," batin Aisha.

----------

Kakak beradik itu berjalan bersama menuju ruang keluarga. Keduanya berebut tempat yang menurut mereka nyaman.
"Aku yang di sini!" protes Shila sembari mendorong kakaknya agar berpindah tempat.

Tidak terima, Aisha menjawab dengan ketus, "nggak, aku duluan!"

Tangannya balas mendorong Shila untuk pergi.

"Kalian ini, udah gede juga masih seperti anak kecil!" Eska mengembuskan napas berat. Rupanya kelakuan kedua anak gadisnya itu mengganggu sinetron yang sedang ia tonton.

Aisha dan Shila terdiam. Shila mendecak kesal, lalu mengalah untuk duduk di sofa sebelah kiri.
Aisha mengejek memeletkan lidah pada gadis yang lebih muda darinya. Shila membalas  dengan melotot tajam.

"Oh iya, Papa dengar kamu menang lomba, Cha?" ucap Aryo seperti pernyataan bukan pertanyaan.

Aisha mengangguk pelan. "Iya, Pa."

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang