empatpuluh empat

63 1 0
                                    

44

"Nggak ada kata-kata yang pas buat deskripsiin tentang rasaku ke kamu sekarang,"---Aisha Valerie.

.
.
.
..

"Selamat Bro!"

Pagi ini sudah banyak kali kata-kata itu ditujukan padanya.

"Thanks." Reyes membalas dengan senyum.

Reyes berjalan melewati mading. Yang di sana terpampang foto dirinya dan kedua temannya--Abyan dan Ega. Kemarin mereka bertiga berhasil lolos seleksi. Mulai dari tes skill smash, tosing, passing, kerja sama tim, dan masih banyak lagi.

Berhasil karena terpilih dari sekian ratus peserta yang ada.

Seorang gadis berambut sebahu sedang menatap mading dengan saksama. Ia tersenyum, tetapi tak lama senyum itu memudar.

--------------------

Aisha melangkahkan kakinya menuju kelas XI MIA 3. Mengambil tempat duduk di samping Zeta, cewek yang berpenampilan tomboy.

"Loh, lo nggak balik ke tempat duduk lo semula?" Zeta menatap Aisha penasaran.

"Keknya nggak deh, percuma juga," jawab Aisha asal. Meletakkan tas punggung setelah menarik kursi. Lagipula ia tidak berniat kembali. Mengingat bahwa semakin hari Reyes semakin sibuk, dan pastinya cowok itu terlihat cuek bebek akan kehadiran Aisha.

Aisha mendudukkan pantatnya di kursi. Matanya memandang sekeliling. Jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Sebentar lagi bel upacara akan berdentang.

Banyak siswa-siswi yang berlalu lalang di koridor, menggosip, dan bercanda tawa. Semuanya tidak lagi menarik di mata Aisha. Cewek itu lebih memilih menatap keluar jendela belakang kelas. Cuaca mendung, padahal tadi ketika ia berangkat sekolah, langit masih bersih. Mungkin alam sedang ikut merasakan suasana hatinya yang tidak menentu.

"Nanti pulang sekolah kita latihan!" Abyan bersuara setelah berhasil melempar tas ke mejanya.

"Okelah, siap!" Ega dan Reyes menjawab kompak.

"Trus gue ditinggal sendiri gitu?"

"Yaelah Bim, kan anak-anak Aldebaran nggak cuma kita berempat. Masih ada Adit, Daniel, Louis, Aiden, sama Nando."

"Doain kita ya Bim?"

"Ngapain? Males banget. Palingan setelah kalian lolos, lo-lo pada udah gak kenal lagi sama gue!" ketus Bimo.

"Ya nggak gitu lah Bim konsepnya. Mau gue sampe ke Zimbabwe pun lo masih sohib gue!!" Reyes merangkul pundak Bimo sebentar, lalu melepasnya.

"Iya-iya, gue doain semoga kalian lolos. Aamiin," ucap Bimo pada akhirnya.

"Aamiin."

Obrolan itu terdengar jelas di telinga Aisha. Mendengar suara Reyes berhasil membuat pikirannya tambah kacau.

Tadi malam Aisha sempat berangan seandainya ia dan Reyes bersama. Tetapi sekali lagi, itu mustahil. Peluang harapannya 1 banding 99 persen. Reyes sudah semakin sibuk dengan jadwal latihan. Dan pastinya cita-cita sudah ada di depan mata. Sedangkan Aisha, ia masih tidak ada perubahan dalam hal prestasi. Meskipun nilai matematikanya mulai mencapai KKM. Tapi itu belum berarti apa-apa. Alias belum bisa dianggap prestasi.

Rasa minder menggerogoti hatinya. Bahkan sekarang Reyes sudah semakin sulit untuk digapai.

Rupanya awan yang menutupi langit sudah tidak sanggup lagi membawa beban, hujan pun turun. Membasahi dedaunan, dan semua yang ada. Udara menjadi sedikit lebih dingin.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang