empatpuluh lima

255 2 4
                                    

45

"Terima kasih, untukmu. Aku berhasil menyadari sesuatu yang tak pernah kupercayai sebelumnya. Aku mencintaimu, hari-hariku menjadi lebih baik karena hadirmu"---Reyes Delvin Anderson.
.
.
.
.
.

Hari kamis, jam menunjukkan pukul 10 pagi. Semua siswa-siswi dilanda kegabutan. Termasuk anak-anak Aldebaran; Bimo, Ega, Abyan, dan Reyes sedang gabut karena jamkos. Para guru sedang ada rapat. Semua siswa-siswi diperintahkan untuk belajar sendiri sampai rapat selesai.

Salah satu dari mereka mengusulkan untuk membolos lewat jalur belakang. Tak butuh waktu lama, usul yang tidak patut dicontoh itu langsung disetujui. Masing-masing membawa tas, jaket, dan masker untuk menutupi seragam mereka. Dengan langkah yang mengendap-endap, akhirnya ke-empat cowok itu sudah berada di dekat pagar belakang sekolah. Melempar tas ke luar pagar. Kemudian satu persatu memanjat pagar dengan susah payah, sebisa mungkin agar tidak ada satpam yang melihat. Untung saja ujung pagar tidak terlalu runcing. Dan memudahkan siswa badung untuk membolos.

"Anjir, kalo kek gini celana gue bisa robek!" Umpat Bimo kesal.

"Kenapa si Bim?" Abyan yang sudah berada di luar pagar menyahut.

"Celana gue nyangkut di pager."

"Bwahahaha."

"Sttt... bisa diem gak, berabe ntar kalo ada satpam yang liat!"

"Gimana sih lo, mantan ketua kelas malah bolos!"

"Bolos itu manusiawi, yang gak manusiawi itu udah ikut bolos tapi sok negor orang lain," sangkal Abyan tidak mau kalah. Padahal posisi mereka lagi hendak kabur dari sekolahan.

"Woy, bacot mulu, cepetan. Keburu ada yang liat!!" ketus Reyes yang lelah mendengar Abyan dan Bimo berdebat.

"Jadi, kita ke Gym ato ke Warnet deket sini?" tanya Ega yang sudah menenteng tas.

"Gym aja!"

"Nggak, nggak, mending kita ke warnet aja, udah lama gue nggak ngerasain main di warnet. Terakhir kelas 6 SD."

"Napa jadi curhat, yaudah gue ngikut aja," sahut Ega.

"Oke sip!"

Tanpa mereka sadari, ada seorang cewek yang diam-diam memergoki mereka. Cewek itu menggeleng pelan, dan berbelok ke kantin karena lapar.

-------------------

Hari berikutnya.

Aisha sudah kembali duduk dengan Reyes. Karena cowok itu yang memintanya. Biar nggak jauhan, katanya. Reyes menampilkan wajah yang segar, dan tak henti mengulum senyum saat Aisha mencuri pandang ke arahnya.

"Kenapa? Gue ganteng ya?"

Tuh, kan... Aisha harus menyiapkan stok obat anti mual dari sekarang. Ternyata sifat narsis Reyes masih melekat kuat. Tetapi jujur, dalam hati Aisha membenarkan.

"Ih, pede banget!" Mulutnya berdusta.

Teringat sesuatu, Aisha melanjutkan bicara, "kenapa kemarin bolos?"

"Siapa yang bolos sih, Sha. Kan kemarin guru-guru lagi rapat. Ya..." Reyes menghentikan kalimatnya. Bingung mau beralasan apa.

***

Aisha sedang berada di perpustakaan. Awalnya ia ingin mengajak Reyes, tetapi cowok itu sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya. Aisha tidak punya pilihan lain. Meskipun keduanya sudah sama-sama menyatakan rasa. Tetapi bagi Aisha, dunia Reyes tidak hanya tentang asmara. Ia tidak mau dianggap egois. Reyes juga perlu berbaur dengan teman-temannya.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang