duapuluh delapan

50 2 0
                                    

28

"Bisa nggak sikap lo nggak bikin gue bingung kayak soal-soal Trigonometri?"---Reyes Delvin Anderson.
.
.
.

Hari-hari berlalu begitu saja. Tak terasa sudah hari Sabtu.

"Sha, lo bener nih nggak mau belajar nanti sepulang sekolah? Mumpung gue masih mau jadi tutor lo," tawar Reyes saat mendapati Aisha berada di perpustakaan.

Cowok itu berdiri di samping Aisha yang  masih fokus memilah buku di rak ensiklopedia. Gadis itu menghentikan aktivitasnya sejenak. Memandang Reyes dengan tatapan sulit diartikan.

"Emmm... gue...." Lidahnya kelu, kabel di otaknya mencari alasan yang masuk akal, namun tak kunjung ada.

"Ada kepentingan keluarga lagi?" tuduh Reyes memandang Aisha dalam.

"Bu-bukan...." Gadis itu menggeleng pelan.

"Gue nggak maksa kok," ucap Reyes mengembalikan buku yang ia pegang ke dalam tatanan rak. Cowok itu memutar bola matanya.

Aisha memberikan seulas senyum pasrah ketika Reyes bergerak menjauh.
Memandang punggung Reyes yang perlahan menghilang dari rak barisannya. Niat mencari bacaan yang tepat  sudah menguap. Aisha mengambil buku dengan asal, lalu duduk di kursi paling pojok. Buku terbuka, namun sepertinya pikirannya menerawang jauh.

'Aku harus bisa jaga jarak denganmu. Bukan karena benci, ada alasan lain yang kamu tak perlu tau. Karena aku bukan pengadu,' batin Aisha.

Entah mengapa suasana perpustakaan yang sunyi seolah sangat mendukung Aisha untuk melamun.

----------------------

Reyes menghampiri teman-temannya yang bergerombol duduk di kursi belakang.

"Muka lu kenape, Rey? Kusut gitu," tanya Ega.

"Adit sama Daniel kemana?" Bukannya menjawab pertanyaan yang terlontar, malah berbalik nanya.

"Biasa, mereka jadi utusan buat ke kantin. Paling bentar lagi dateng," jawab Abyan santai.

"Jadi, kalian nggak ke kantin?"

"Lagi males," jawab Ega.

"Gue udah sekalian dipesenin belom?"

"Nggak perlu khawatir, kalo masalah itu," sahut Abyan setelah menguap.

"Eh, tadi Tiara nitip salam sama lo," celetuk Bimo yang merasa mendapat amanah dan harus ia sampaikan.

"waalaikumsalam."

"Cuek bener," komentar Bimo.

"Kelas juga tetanggaan, pake nitip-nitip salam segala," dalih Reyes sembari duduk di kursi samping Abyan.

"Trus si Jovita tadi juga nitip salam sama lo, heran deh kenapa mereka jadiin gue sebagai tukang pos," lanjut Bimo.

"Waalaikumsalam."

"Ini nih, tanda-tanda manusia kurang bersyukur. Dikejar cewek cantik, diperhatiin cewek cantik malah dianggurin," giliran Ega yang berkomentar.

"Mau lo cewek yang kek mana sih? Pilih-pilih amat!" Abyan menimpali.

"Yang sreg sama hati gue aja. Nggak lucu lah kalo gue gampang nerima cewek yang cuma modal pinter sama cantik doang, dimana-mana juga banyak yang kek gitu. Sebagai cowok, gue pun berhak milih. Mana durian mana kedondong. Lagian ini masalah hati, nggak bisa asal nerima orang. Takutnya salah, kan bisa berabe. Begitu Bapak Ega dan Bapak Abyan yang terhormat," terang Reyes panjang lebar. Membuat Abyan, Bimo, Ega dan Aiden yang ikut di situ terdiam.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang