FIKSI BTS LOKAL | Jayendra Kahfi | Shaneen Amalthea.
•••
"Lo harus bersinar dengan cara lo sendiri, bukan dengan cara yang mereka mau."
•••
Shaneen ada kok cita-cita. Tapi dia masih abu-abu dan belum yakin dengan cita-citanya sendiri, selama ini ia...
Maka pelukmu lah yang pertama aku cari ketika aku terpuruk.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jean menutup rapat pintu saat baru saja menginjakkan kaki di kosannya yang sepi ini.
Ia melepas sepatu dan menaruhnya di rak dengan rapi, lalu melangkah masuk ke kamar setelah melirik sekilas jam dinding yang menunjukkan pukul 22.57.
Iya, pulang dari kejadian tadi Jean gak benar-benar langsung ke kosan, Jean mampir sebentar ke suatu tempat untuk menenangkan dirinya. Tempat yang di rahasiakannya, yang bisa menghilangkan jenuh dan kekalutannya dari hiruk pikuk masalah kehidupan yang begitu random.
Tempat yang bisa melampiaskan emosinya. Entah itu emosi senang atau kacau seperti saat ini.
Namun sayangnya Jean sangat pemilih jika ingin mengajak seseorang ke tempat itu.
Mengingat besok hari Jumat yang dimana ia akan melaksanakan tugas rutinnya di kampus, Jean pulang sedikit lebih awal dari biasanya.
Jean masuk ke kamar untuk mengambil baju tidur, penghidunya pun langsung di sambut oleh aroma manis dan menyegarkan khas pakaian yang baru di cuci, Jean baru ingat, cewe yang suka mengcosplay jadi pembantunya itu baru saja menggantikan spreinya tadi siang. Rupanya aroma fresh itu berasal dari atas kasurnya.
Gak perlu waktu lama untuk memilih setelan tidurnya, Jean langsung ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari air hujan yang menjututi pakainnya. Iya, sejak magrib tadi hujan lebat mengguyur kota Bandung, sampai-sampai Jean terpaksa mandi hujan agar bisa cepat pulang.
Setelah membersihkan diri di kamar mandi Jean keluar dengan kaos oversize abu-abu san celana yang senada, ia duduk di tepi single bednya.
Jean meringis kecil kala memar-memar bekas pukulan Kenzo tadi siang sedang asik-asiknya memberi rasa nyeri di tubuhnya.
Belum lagi sensasi perih pada goresan luka yang menganga di bagian bahunya bekas serpihan piring yang sempat di goreskan oleh Kenzo. Ini pun sudah mending darahnya tidak lagi mengalir, hanya sisa-sisanya, tidak seperti sore tadi yang masih mengalir setetes demi setetes.
Harusnya Jean bisa tidur dengan tenang untuk melupakan rasa nyerinya ini, andai saat ini tubuhnya tidak stagnan dan matanya tidak berkedip sedikit pun begitu melihat selimutnya bergerak dan perlahan mulai naik membumbung tinggi hingga sebatas tinggi duduknya.
Jean tetap diam menyaksikan apa yang akan terjadi selanjutnya dengan jantung yang berdebar.
Sampai akhirnya sesuatu di balik selimut itu bergerak kembali dan—
Happ!!
Selimut tersibak hingga terkapar di ubin. Mengungkap sosok yang di dalam sana.