"Tau gak, ada yang leeebih sejuk dari udara awal-awal pagi?"
"...."
"Liatin muka kamu yang masih berembun habis berwudhu."
Setelah sholat subuh, gak kaya biasanya, kali ini Jean duduk sebentar di kursi langganan tiap dia nemenin Shaneen, atau sekedar nungguin Shaneen bangun dari tidurnya.
Jean memandang wajah Shaneen dalam diam. Rona merah kebiruan di sudut bibir, merah bekas tamparan yang membekas di pipi, serta goresan kepingan kaca yang berada di dekat alisnya, semua membuat batin Jean teriris melihat itu.
"Maaf, Neen, gara-gara gua lo jadi gini, andai gue bisa nebus semua ini, pasti gue tebus. Semua masalah ada di gue, tapi lo kena imbasnya. Lo cewe baik, gak seharusnya dapet perlakuan kejam kaya kemaren."
Jean langsung mengusap airmatanya yang kembali meluruh. Semakin ditahan, semakin sesak rasanya, semakin ia usap, semakin mengalir anak sungai tersebut. Ini benar-benar sakit. Perih dan pedih itu menusuk-nusuk relung hatinya. Entah sebesar apa sudah lukanya saat ini, Jean tidak mampu mengukurnya lagi.
Shaneen yang mendengar semuanya, tidak tahan lagi untuk bertahan dengan aktingnya. Ia pun membuka mata dan langsung tertuju ke Jean yang sedang menelengkupkan wajahnya di dekat jemari Shaneen.
Berbeda dengan dirinya yang beberapa hari ini menumpahkan tangisnya dengan lepas hingga terkesan berisik, Jean menangis begitu hening meski pundaknya terlihat bergetar. Isakannya sayup-sayup terdengar penuh penyesalan dan rasa bersalah yang mendalam.
Shaneen mengusap pundak Jean agar tenang. Namun hal itu membuat Jean sedikit terjengit kaget hingga Jean mengangkat kepalanya untuk menatap Shaneen.
Buru-buru cowo itu mengucek-ngucek matanya dan mengusap pipinya yang basah dengan ujung lengan sweaternya. "Eh, Neen, udah bangun lo, gimana tidurnya? Mimpinya gak serem lagi kan?" sapanya yang berusaha terlihat baik-baik saja, meski terdengar jelas suaranya yang parau khas orang habis nangis.
Shaneen duduk dengan pelan. Gadis ini tersenyum sembari mengusap jempolnya di bawah kantung mata Jean yang terlihat membengkak dan mulai menghitam. Sementara itu Jean memperhatikan tiap gerak Shaneen, dan merasakan usapan lembut itu di pipinya.
"Kenapa berenti?" tanya Shaneen pelan dengan kepala yang sedikit menunduk agar bisa sempurna memandang wajah Jean, kedua telapak tangannya yang dingin menangkup kedua pipi Jean yang lebih hangat, manik mereka pun saling mengunci. "Nangis aja, Maz, gak papa, cuma gue yang denger kok. Keluarin semuanya, sampe abis, biar adil. Habis itu lo janji, gak ada nangis lagi setelah ini." Shaneen lalu menepuk ruang kosong di kasurnya berisyarat agar Jean duduk di sebelahnya. "Duduk sini."
Cowo itu nurut, dan kini sudah duduk di dekat Shaneen dengan posisi saling berhadapan. Kali ini, Shaneen yang lebih dulu menarik tubuh Jean untuk ia peluk, persis seperti apa yang sering Jean lakukan sebelumnya kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crushine
FanfictionFIKSI BTS LOKAL | Jayendra Kahfi | Shaneen Amalthea. ••• "Lo harus bersinar dengan cara lo sendiri, bukan dengan cara yang mereka mau." ••• Shaneen ada kok cita-cita. Tapi dia masih abu-abu dan belum yakin dengan cita-citanya sendiri, selama ini ia...