18. Kota Klaten

2.3K 581 62
                                    

Seorang gadis bergamis cream terlihat berdiri di depan sebuah minimarket. Tangan kirinya menggenggam satu kantong plastik yang berisi beberapa jenis belanjaan yang sengaja dia beli untuk buah tangan.

Sebelum mengendarai motornya lagi menuju suatu tempat, dia kembali duduk di kursi yang tersedia di depan minimarket. Bukan kali pertamanya dia menjamah kota ini, tapi rasanya sekarang keraguan memenuhi hatinya, dia sendiri bingung sebenarnya alasan apa yang membuat dia sampai di kota tetangga tempat ia tinggal ini.

Silaturahmi. Ya, dia menemukan satu alasan yang cukup masuk akal dan bisa diterima oleh siapapun.

Di kota ini, kota Klaten, ada satu juta lebih penduduk yang tinggal, dan salah satu diantaranya ada seseorang yang memang teramat penting baginya. Seseorang yang bernama Ana Hidayati, perempuan yang telah melahirkannya di dunia ini. Perempuan yang memberinya kasih sayang sekaligus luka.

Tapi sebelum mewujudkan niat mengunjungi uminya, terlebih dulu Zulfa berhenti untuk belanja sambil memandang sebuah tempat yang tepat berada di seberang jalan. Di sana berdiri sebuah bangunan mirip rumah bertembok tinggi yang dijadikan kantor dengan papan nama bertuliskan C.V Restu Maharani.

Hingga detik itu, Zulfa masih merasa asing pada dirinya. Sudah beberapa hari dia merasa bukan dirinya sendiri, dia sering gelisah memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak dia pikiran. Dan sekarang, dia jauh-jauh ke Klaten hanya untuk berdiri di tempat itu, memandangi sebuah bangunan dengan tujuan yang tidak jelas. Hanya terus memandangi kantor itu.

Zulfa kembali membuka ponselnya, waktu menunjukkan pukul 10 lebih. Dia berencana tidak akan lama bertamu ke rumah ibunya sehingga dia harus memperhitungkan dengan pasti jam berapa pulang ke Semarang agar tidak kesorean.

Keraguannnya itu bukan tanpa alasan. Setelah abah dan uminya berpisah, dia memang tidak dekat dengan keduanya, terakhir silaturahmi ke rumah Sang Umi adalah saat lebaran, dan itu artinya sudah hampir delapan bulan lamanya. Selain itu dia hanya berhubungan dengan Sang Umi lewat telepon.

"Bismillah.." ucapnya lagi sebelum akhirnya memutuskan untuk tetap meneruskan tujuan ke rumah uminya.

Dengan motor matic kesayangannya, Zulfa membulatkan tekad untuk mengunjungi uminya yang sebenarnya sudah tidak jauh lagi dari minimarket tempat dia berbelanja.

Tepat ketika Zulfa akan masuk ke jalanan, sebuah mobil dari lawan arah melaju sehingga kedua sopir kendaraan itu harus menginjak rem secara mendadak.

Zulfa terus beristighfar di atas motornya sambil meredam laju jantung yang tak terkendali, hampir saja dia tertabrak.

Tak selang lama dari itu, Sang Sopir mobil keluar dan mendekat sambil bertanya, "Mbak, gak apa-apa?" tanyanya.

Zulfa hanya mampu menggangguk karena sejujurnya dia bingung, dia tidak ingin membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya agar orang yang berdiri di depannya ini tidak tahu siapa dia.

Tapi sepertinya usahanya sia-sia. Sang sopir mobil yang tak lain adalah Arsha pasti sangat mengenali motor yang biasa dibawanya itu.

Arsha cukup lama menelisik pengemudi motor kemudian dengan ragu dia bertanya, "Teh Zulfa bukan sih?"

Akhirnya Zulfa terpaksa membuka kain penutup wajahnya sambil tersenyum canggung.

"Masyaallah, beneran! Teteh ngapain di sini?" tanya  Arsha lagi tanpa menghilangkan rasa khawatirnya.

Setelah pertemuan tak sengaja itu keduanya memutuskan untuk kembali duduk di depan toko.

"teh Zulfa beneran nggak apa-apa? Maaf, saya belum terlalu hafal mau belok ke arah kantor jadi hampir nabrak. Oh iya, Teteh kok ada di sini?" tanya Arsha tak sabar.

11. My Little GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang