24. Konsep Ikhlas

2.8K 648 118
                                    

"Pikiran dan emosi dapat memengaruhi kesehatan. Emosi yang bebas dan bisa diekspresikan secara alami tidak akan memengaruhi kesehatan. Namun, emosi tertekan dapat menguras energi mental, sehingga berdampak negatif pada tubuh dan menyebabkan masalah kesehatan."

Sambil mondar-mandir Arum membacakan sebuah artikel di depan Zulfa yang kini terbaring lemah di salah satu kamar rumah sakit.

Tadi pagi gadis itu terpaksa harus diantar ke rumah sakit karena sudah dua hari mengalami muntah dan diare. Walaupun merasa lemas dan sakit yang luar biasa, dia tetap bersyukur karena ada satu hikmah di baliknya. Acara lamarannya benar-benar ditunda.

"Duduk kamu, Nduk! Ibuk pusing lihatnya. Lagian ini salah kamu juga ya! Udah tahu kakaknya punya asam lambung, malah diajak jajan bakso mercon." ujar Reni, ibu dari Arum.

Gadis energik itu meringis karena merasa bersalah. Awalnya dia hanya ingin sedikit membantu sepupunya agar tidak suntuk, malah berujung Zulfa sakit dan akhirnya harus dirawat.

Arum mendekat ke ranjang Zulfa dan meminta maaf pada kakak sepupunya itu.

Dengan wajah pucatnya Zulfa mencoba tersenyum untuk menanggapi adiknya itu. "Hukumannya, harus lulus dengan nilai baik." ucap Zulfa.

Wajah Arum langsung lesu, dia yang sebentar lagi harus menghadapi ujian akhir di jenjang sekolahnya, tiba-tiba merasa kembali takut. "Nilai baik itu standarnya siapa? Kalau standarnya Mbak Nani ya aku angkat kaki!" jawabnya yang langsung membuat Zulfa tertawa.

"Ya baik versi kamu." sahut Reni.

"Siap Buk! Versi Arum, lulus aja udah baik banget, nggak usah ngejar nilai tinggi!" Lagi-lagi Arum membuat geram ibu dan kakaknya. Keduanya kompak melotot dan gadis itu langsung minta ampun.

Di sela gurauan meraka, tiba-tiba Zulfa merasakan sakit perutnya dan ingin ke kamar mandi. Dengan telaten Reni juga Arum membantu gadis itu.

Beberapa menit berlalu, Arum dan ibunya masih setia menunggu di depan pintu. Baru ketika pintu terbuka, mereka kembali membantu Zulfa ke tempat tidur.

"Maaf ya, Tante, Arum, aku ngerepotin." ujar Zulfa yang langsung ditepis oleh Reni.

"Jangan banyak pikiran, dengar nggak tadi kata dokter Arum? Pikiran dan stres mempengaruhi kesehatan." ujar Reni.

Zulfa tersenyum lagi, dia harus banyak bersyukur karena memiliki keluarga yang begitu baik padanya.

"Masih muntah tadi, Mbak?" tanya Arum.

"Iya, tapi nggak sebanyak sebelumnya, cuma air." jawab Zulfa sambil meremas bajunya di bawah selimut. Sebenarnya dia menahan nyeri perut yang luar biasa tapi dia tahan agar tidak membuat keluarganya khawatir.

"Karena belum ada makanan masuk, jadinya cuma Cairan yang keluar. Makan dikit ya?" Reni memberikan perhatiannya.

"Nanti aja Tante, belum enak." jawabnya.

Reni tak bisa memaksa lagi, dia khawatir tapi juga paham bagaimana rasanya orang sakit.

Zulfa kembali memejamkan matanya, antara menahan nyeri dan perasaan yang mulai menciut. Sejak dulu, dia paling susah kalau sakit, karena selain merasakan nyeri badan, dia juga harus merasakan nyeri hati karena harus melewati sakit tanpa ada orangtua di sampingnya.

Sebisa mungkin dia menyampingkan perasan itu lagi. Dia sudah tidak mau meratapi nasibnya. Allah tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan manusia, maka dia yakin bahwa Allah pasti mengujinya dengan takdir seperti itu pasti Allah juga memberikan kekuatan untuk melewatinya.

Dan seperti kebetulan, di saat dia harus ekstra menahan perasaan, datanglah abah dan salah satu santri yang menemani. Lutfi langsung bertolak ke Semarang begitu mendapat kabar putrinya masuk rumah sakit.

11. My Little GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang