Sejak acara pertemuan keluarga, Zulfa berubah menjadi lebih pendiam. Saat ini dia benar-benar tidak tahu harus melangkah ke arah mana, ikut arus yang akan membawanya menjadi istri Reza atau kah harus melawan arus itu.
Dia pernah membayangkan saat-saat dimana Sang Abah peduli padanya, memikirkan bagaimana nasibnya. Berbicara dari hati ke hati tentang masa depannya. Menceritakan semua pengalaman dan jalan cerita hidupnya juga meminta nasehat abahnya tentang banyak hal. Tapi bukan seperti sekarang ini yang tiba-tiba memikirkan masa depannya dengan memaksa menikah dengan Reza.
Dia juga pernah membayangkan saat dimana bisa mendapat dukungan dari Sang Umi ketika abahnya bersikap keras, kelembutan uminya itu yang terkadang bisa meredam keras kepala abahnya. Tapi tidak dengan cara mencuri waktu uminya dari Sang Ayah tiri.
Dia sungguh selalu membayangkan indahnya keutuhan keluarga seperti itu, dimana dia dan kedua orangtuanya saling bertukar pikiran tentang banyak hal termasuk tentang siapa lelaki yang akan menjadi suaminya. Bukan seperti sekarang ini, dia yang harus kesana kemari untuk mendapatkan itu semua. Dia harus menempuh jarak hanya untuk bisa curhat dengan uminya, itupun masih dengan beberapa halangan. Dan sekarang dia juga harus menempuh jarak yang tak dekat untuk mencoba melunakkan hati Sang Abah.
Saat ini, Zulfa sedang terbata-bata dalam melafadzkan ayat demi ayat yang terdapat di lembaran juz 20. Tangan kanannya bergetar sambil memegang pengeras suara sedangkan tangan kirinya sibuk menyeka air mata yang tak berhenti mengalir. Di detik itu dia benar-benar pasrah akan rencana Tuhan, dia sadar hanya manusia biasa yang tidak tahu menahu apa yang akan menjadi takdir terbaiknya. Tapi kalau boleh sedikit saja berharap, dia ingin sekali berjalan melawan arus.
Sudah dua hari dia berada di Bogor, dan kebetulan sekali sedang berlangsung acara rutin simaan alquran lima juz-an di pesantren abahnya. Dia yang juga merasa canggung berada diantara keluarga abahnya, lebih memilih menghabiskan waktu di asrama putri. Itupun tetap terasa asing karena sebagian santri baru tidak ada yang mengenalnya saking jarangnya dia berada di sana.
Setelah simaan selesai, para santri membubarkan diri. Di Mushola kecil khusus komplek putri itu hanya tinggal segelintir santri, termasuk dua orang santri senior yang masih bertahan untuk bertukar kabar dengan Zulfa. Mereka sudah cukup lama nyantri di sana sehingga sudah kenal dan banyak tahu tentang Zulfa.
Cukup lama dia menghabiskan waktu di komplek itu dan setelah merasa lebih baik, dia pamit masuk ke rumah abahnya. Dan sekarang dia harus ekstra mengendalikan diri ketika melihat abahnya sudah bercengkerama dengan cucu dari anak tiri, rasa iri kembali hadir dalam hatinya.
"Sudah selesai?" tanya Sang Abah melihat Zulfa berjalan mendekat.
"Sampun, Bah."
Sebelum sampai di dekat Sang Abah, Zulfa melewati ibu tirinya yang melempar senyum kemudian tanpa menyapa, wanita yang semula duduk di samping abahnya itu memilih pergi untuk memberi waktu padanya.
"Kamu jadi pulang ke Semarang besok pagi?" tanya Lutfi.
Zulfa mengangguk. "Zulfa punya tanggungan mengajar, tidak enak kalau ditinggal lama-lama."
"Bagaimana persiapan khitbahnya? Jadinya kamu mau di Semarang atau di sini?" tanya Lutfi lagi.
"Terserah Abah," jawab Zulfa pelan.
"Jangan terserah Abah, ini kan acara besar kamu, pilih lah semua apa yang kamu inginkan, Abah mau yang terbaik untuk acara pernikahan kamu." ujar Lutfi masih dengan semangat tanpa mau tahu ekspresi wajah Zulfa yang sudah berubah.
Melihat anaknya hanya diam saja, Lutfi kembali memberi nasehat. "Reza itu insyaallah calon yang baik untuk kamu. Waktu pertama kali dia datang kesini, Abah ragu, tapi semakin lama dia semakin menunjukkan keseriusannya. Laki-laki yang baik ya seperti itu yang tidak banyak bicara dan janji, tapi yang langsung menemui orangtua untuk meminta izin. Abah sudah tanya ke simbah bagaimana Reza, simbah jawab baik, Abah juga tidak asal merelakan kamu untuk sembarang lelaki. Abah sudah mencari tahu lebih banyak tentang Reza sebelum akhirnya meminta kamu menerima dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
11. My Little Gus
RomanceHarta, Tahta , Wanita lebih tua.Tiga kata itu adalah kata yang menjadi visi dan misi dalam hidup Arshaka, seorang pemuda yang dikenal periang dan merupakan seorang cucu kyai ternama di Semarang. Harta : Dalam hidup Arsha, dia bercita-cita memiliki b...