35. Air Dan Batu

3.4K 660 70
                                    

"Ya memang dari dulu kamu itu nggak berbakti sama kakek sendiri!"

Zulfa sudah bersiap ingin membalas ucapan Agung yang ditujukan pada Arsha namun suaminya itu langsung mencegahnya.

Arsha dan Zulfa yang tadi sudah hampir sampai rumah dan harus putar balik karena permintaan Agung. Sesampainya di rumah sakit sudah langsung mendapat paksaan dari Agung.

"Urusan pekerjaan kan bisa diserahkan ke bawahan kamu! Dari dulu juga kamu sudah bekerja banyak untuk eyangmu itu!" imbuh Agung lagi. Beberapa hari dirawat membuat bicaranya sudah lancar meskipun sebagian anggota tubuhnya masih sulit bergerak.

Agung kembali lagi menunjukkan sisi egoisnya ketika Arsha tak bisa memenuhi permintaannya. Lelaki tua itu minta agar terapi kesembuhannya dilakukan di rumah sakit dan secara khusus dia minta Arsha yang mengantarkannya sesuai jadwal. Namun karena Arsha sudah ada rencana ke Klaten, dengan terpaksa dia harus menolak. Tapi dia tetap berjanji menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin agar bisa mengantar terapi di jadwal berikutnya.

"Terapi yang pertama besok biar sama Reza saja, Kek! Arsha kan sudah ada jadwal ke Klaten!" sela Reza.

"Terserah kalian! Kakek tidak peduli!" Agung menjawab dengan nada sedikit keras. "Keluar kalian semua! Biar suster saja yang menemani!"

Akhirnya orang-orang yang masih tersisa di rumah sakit keluar dari kamar rawat Agung. Reza menjatuhkan diri di samping Arsha sambil menghembuskan napas kasar. "Perkara terapi aja sampai panjang urusannya. Ya aku paham sih, kebanyakan orang yang terdiagnosa stroke itu mengalami perubahan psikologis tapi kakek ini sungguh menguji kesabaran!" keluhnya.

Arsha hanya tertawa pelan mendengar keluhan Reza kemudian dia harus kembali mencegah Zulfa yang lagi-lagi sudah bersiap menjawab Reza. Hanya dengan gelengan kepala, Zulfa sudah paham larangan Arsha.

"Terus gimana itu, Sha? Kamu kan ada kerjaan ke Klaten?" tanya Reza lagi.

Arsha masih berpikir untuk membagi waktu karena memang pekerjaan tidak bisa diwakilkan. "Terapinya lusa kan, Bang? Aku usahakan kerjaan beres terus pulang ke sini lagi buat antar kakek terapi."

Reza menatap adik sepupunya itu penuh arti kemudian tanpa segan dia menepuk pundak Arsha. "Pantas sih kalau kakek pernah bilang kagum dan mengakui kehebatan kamu, Sha!"

Arsha kembali tertawa hambar. Dia masih belum bisa percaya bahwa kakek nya itu kagum padanya. "Yang langsung keluar dari mulut kakek sendiri aja susah dipercaya apa lagi dari orang lain, Bang!"

Reza bergumam lalu menjawab, "Bener sih. Tapi yang bagian itu aku nggak bohong! Pernah dengar sendiri kakek ngomong gitu!"

"Iya!" ucap Arsha pelan bermaksud agar pembahasan itu segera berakhir.

Semua yang Arsha rencanakan berjalan lancar. Dia pergi ke Klaten untuk mengurus beberapa pekerjaannya kemudian sisanya dia serahkan ke orang kantor karena dia harus buru-buru kembali ke Semarang untuk mengantar Agung terapi.

Terbesit sedikit rasa bersalah pada Zulfa, karena sejak menikah dia belum banyak waktu untuknya. Harus mengurus beberapa pekerjaan juga sibuk merawat Agung.

Sehari semalam dia berusaha menyelesaikan pekerjaan di Klaten dan langsung memacu kendaraan menuju Semarang, baru di tengah malam dia sampai di rumah.

Arsha berjalan sangat hati-hati agar tidak membangunkan orang rumah yang sudah terlelap, tapi perkiraannya salah. Zulfa masih terjaga. Wanita yang teramat dia cintai itu terduduk di atas sajadah, masih lengkap dengan mukenanya. Suara lirihnya terdengar indah di telinga Arsha ketika istrinya itu melantunkan ayat demi ayat hafalannya.

"Assalamualaikum," ucap Arsha lirih ketika dia sudah berdiri beberapa saat untuk mengamati istrinya.

Karena saking khusuknya, Zulfa terkejut dengan sapaan Arsha. "Waalaikumussalam. Aku nggak dengar kamu sampai, Mas!"

11. My Little GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang