38. Menciptakan Alasan

3.4K 636 68
                                    

Siang ini Arsha memenuhi permintaan Sang Kakek untuk ditemani ke BSB, sebuah kawasan industri yang ada di dataran tinggi Semarang.

"Kalau kamu berkesempatan mengelola sebagian industri di sini, apa yang ingin kamu kembangkan?" tanya Agung.

Arsha tidak tau banyak tentang bisnis kakeknya itu. Dia hanya tau sekilas tentang tempat itu. "BSB terkenal dengan A place to live, place to work, place to play. Mungkin lebih sempurna lagi ditambahi place to pray!"  jawab Arsha dengan asal tapi mungkin jika kesampaian dia akan lebih mengagumi tempat itu.

Agung tersenyum tipis dan tak simetris karena hanya sebelah bibirnya yang terangkat. "Kamu Mau bangun pondok di sini?"

"Ya kalau memungkinkan. Tapi konsep 'pray' yang di pikiran Arsha itu nggak hanya terbatas agama kita. Mungkin bisa di bangun semacam kawasan religi gitu. Nah satu komplek itu dibangun tempat ibadah semua agama. Bisa jadi tempat ibadah, wisata juga. Sebagai sarana edukasi agar semakin menumbuhkan rasa toleransi dan mempererat persatuan NKRI. Merdeka!!!" Arsha memaparkan idenya yang diakhiri dengan mengepalkan tangan di udara.

Zulfa yang sejak tadi diam duduk di sampingnya hanya bisa melirik Arsha lalu menggeleng pelan. Entah apa yang diucapkan itu benar apa tidak tapi kalau dilihat dari ekspresi tengil Arsha, Zulfa menyimpulkan bahwa suaminya itu hanya mendongeng, asal bicara saja agar kakeknya senang.

Dan terbukti karena saat ini Agung tertawa meskipun masih irit. Sepertinya lelaki tua itu juga bingung cucunya bercanda atau serius.

"Bagus juga tapi Rencana Kakek pengin buka perumahan lagi. Dari hasil survey pasaran, saat ini perumahan minimalis dan ekonomis lebih banyak diminati apalagi pasangan muda. Kakek coba sasar itu." Agung mengalihkan topik.

Arsha mengangguk beberapa kali tanda paham tentang ucapan kakeknya. 

"Kakek mau kamu yang pegang!" ujar Agung lagi yang tentu saja membuat Arsha menoleh cepat karena kaget.

"Arsha belum pernah pegang proyek begini, Kek!"

"Ya makanya sekarang! Kamu bilang sendiri mau bantu kakek." balas Agung yang sepertinya memang ingin sekali cucunya itu gantian fokus pada bisnisnya tidak melulu pada mantan istrinya, Maharani.

"Wah! Kakek lupa? Arsha kan udah bantu Bang Rey juga itu nerusin Bumi Fajar milik kakek!"

Arsha memang ingin lebih dekat dengan kakeknya tapi tidak dengan cara harus melakukan sesuatu yang belum pernah dia kerjakan.

"Itu kan semua Rey dan kamu yang mulai, bukan murni punya kakek." Jiwa egois Agung mulai muncul.

"Buktikan kalau kamu bukan bocah ngeyel lagi!" ujar Agung lagi dengan sedikit memaksa agar Arsha menerima perintahnya. "Nanti hubungan sama Jefri!"

Arsha hanya tersenyum tipis, tak mengiyakan juga belum menolak. Dia memilih mengalihkan perhatian kakeknya ke hal lain.

.

.

.

"Bumi Fajar itu apa, Mas?"

Arsha tertawa mendengar pertanyaan Zulfa. Dia tau sejak tadi istrinya itu sudah menahan rasa penasarannya dan setelah meninggalkan kediaman Agung wanita itu baru berani bertanya.

"Itu nama CV yang bang Rey bangun. Distributor alat - alat kesehatan sama bahan- bahan medis gitu. Yang dulu pernah aku bilang kakek kasih modal banyak itu lho. Tapi masih belum berkembang sih baru beberapa klinik kecil aja yang udah kerjasama tapi sepertinya malah udah tutup itu cv nya." Arsha menjawab dengan diakhiri tawa pelan.

"Sepertinya bang Rey kesulitan membagi waktu, akhirnya nggak bisa fokus ke sana. Pernah dia minta aku yang urus. Ya aku angkat tangan, sama kakek kan aku di blacklist. Apa kabar kalau yang urus, tensi kakek bisa naik!" lanjut Arsha.

11. My Little GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang