8. Mengulang Doa

2.8K 610 66
                                    

🌸🌸🌸🌸🌸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌸🌸🌸🌸🌸





Tidak semua kenyataan sesuai dengan harapan. Hampir semua anak menginginkan keluarganya utuh dan kasih sayang yang lengkap dari orangtuanya. Tapi pada kenyataannya tidak semua anak seberuntung itu.

Zulfa salah satunya. Gadis yang kini telah beranjak dewasa itu menjadi salah satu anak yang nasibnya kurang beruntung, meskipun kedua orang tuanya masih lengkap dan sehat tapi pada kenyataannya dia tidak bisa merasakan keharmonisan dan kehangatan sebuah keluarga.

Marah, iri dan tidak terima, semua sudah pernah dia rasakan. Bahkan hati yang dipenuhi rasa benci pun pernah dia alami. Tapi kini hatinya sudah cukup kuat, dirinya sudah bisa berdamai dengan keadaan setelah bertahun-tahun mencoba menyembuhkan dirinya sendiri. Setidaknya dia masih beruntung karena masih ada kakek neneknya yang mencoba memberinya kasih sayang.

"Berkahnya Mbak Nani nggak main-main! Follower ku nambah 120. Uhuuy!!" pekik Arum yang duduk di samping Zulfa, keduanya sedang menikmati suasana di gubuk favorit.

Bibir Zulfa mengukir senyum, dia juga merasa beruntung memiliki Arum, keluarga omnya itu juga tak kalah menyayanginya.

Zulfa mencondongkan tubuhnya melihat layar ponsel Arum, penasaran apa yang membuat adiknya itu girang.

"Berkah apaan?" tanyanya.

"Ada deh!" jawab Arum tanpa mau memberi penjelasan.

Zulfa mendengus pelan, dia sayang sekali dengan sepupunya itu tapi juga harus ekstra sabar ketika menghadapi keusilannya.

Dia mengabaikan Arum yang masih kegirangan, memilih membuang pandangan ke arah sawah yang membentang luas. Tempat ini yang telah memberikannya banyak kesempatan untuk merenung hingga hari ini dia bisa kembali berdiri tegak dan tersenyum lepas setelah banyak hal yang dia lewati.

"Mbak!" panggil Arum lagi. "Kalau aku mau mondok habis lulus ini telat nggak ya?"

Zulfa menoleh cepat mendengar pertanyaan Arum. "Mending telat, daripada tidak sama sekali," jawabnya.

Arum menatap lurus ke arah depan. "Berat nggak sih mondok itu, Mbak?"

"Namanya juga berjuang, pasti berat. Tapi lihat dulu apa yang didapat!"

Sepupu Zulfa itu tersenyum lebar. "Aku mau mondok di pesantrennya Gus Arsha!"

Dahi Zulfa berkerut, dia menatap adiknya itu dengan penuh selidik karena sejak dulu dia diarahkan untuk masuk pesantren oleh kedua orangtuanya tapi anak itu susah lepas dari ibunya, pernah masuk pesantren tapi sakit-sakitan, akhirnya dia hanya tercatat sebagai santri kalong di sebuah tempat ngaji yang tak jauh dari rumah mereka.

"Kamu naksir Gus Arsha ya?" selidik Zulfa.

Mata Arum langsung membulat sempurna, tangannya reflek mencubit pipi kakaknya. "Enggak lah! Kagum sih iya, tapi naksir mah enggak! Ketua-an! Gusnya lebih cocok sama Mbak Nani!"

11. My Little GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang