Walaupun hati masih diliputi rasa gundah, Arsha tetap tak bisa menahan tawanya ketika melihat Rey cerewet minta berhenti di pom bensin karena panggilan alaminya yang tidak bisa ditahan lagi.
Sama halnya dengan Arsha, kedua orangtuanya pun juga ikut tertawa melihat Rey berjalan cepat agar segera mencapai toilet pom bensin itu.
"Perasaan kok abang tambah semok sih?" ujar Arsha di tengah tawanya.
"Iya, kata Shanum naik empat kilo dia. Lihat aja itu perutnya udah mau saingan sama papa," balas Ralin.
"Nanti kalau aku kurus kamu sedih?" sahut Nazril tak mau kalah.
Akhirnya suasana dalam mobil itu kembali diisi tawa setelah beberapa menit yang lalu hanya sunyi.
Tiba-tiba di sela gurauannya dengan mama dan papanya, mata Arsha menangkap sebuah bayangan orang yang amat dia kenal. Sebuah rencana langsung tergambar jelas di pikirannya.
Diliriknya arloji yang melingkar di tangan kirinya kemudian menoleh ke belakang tempat kedua orangtuanya berada. "Pa, Ma, kalau pulang sama abang aja gimana?" tanyanya.
"Kamu mau ngapain?" balas Ralin.
Arsha hanya bisa meringis sambil bersiap mengantongi dompet dan ponselnya. Ralin hendak membuka suara lagi namun digagalkan oleh Nazril.
"Yang penting hati-hati!" ucap Nazril mencoba memberi dukungan pada anaknya meskipun dia sendiri masih belum tahu apa rencana bungsunya.
Ralin masih terlihat tak rela melihat anaknya keluar mobil kemudian mendekatinya lewat pintu belakang.
"Terus kamu pulangnya gimana, Sha?" tanya Ralin saat membiarkan tangannya untuk dicium Arsha.
Arsha tersenyum untuk meyakinkan mamanya. "InsyaAllah Arsha pulang dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Kalau nambah ganteng mungkin iya!" candanya agar Ralin tak lagi khawatir.
Akhirnya dengan berat hati Ralin membiarkan Arsha menjauh dari mobil. Dia dan Nazril memperhatikan hingga Arsha bertemu dengan seseorang, berbincang sebentar sebelum akhirnya pemuda itu ikut masuk dalam mobil yang tidak mereka kenal.
"Arsha diculik siapa itu, Pa?" tanya Rey dengan santai ketika hajatnya selesai dan dia kembali ke mobil.
"Biarin aja, paling juga penculiknya nyesel bawa. Arsha Makannya banyak!" jawab Nazril kemudian tertawa bersama anaknya.
Ralin hanya bisa berdecak kesal, dia sedang mencemaskan Arsha tapi dua pria yang bersamanya itu malah bercanda. Namun dia tetap yakin Arsha akan baik-baik saja, puluhan tahun hidup bersama Nazril dia sudah sangat hafal gelagat suaminya itu. Kalau Nazril yakin Arsha akan baik-baik saja, maka dia percaya.
Mobil yang Rey bawa bersama kedua orangtuanya perlahan meninggalkan area pom bensin menuju jalan raya yang akan mengarahkan mereka hingga Semarang. Sementara itu, di lain mobil yang melaju berlawanan arah, Arsha masih duduk terdiam, menetralkan segala kegugupanya agar bisa lancar berbicara.
"Orang tua kamu sudah pulang?" tanya seorang lelaki yang duduk bersama Arsha di kok belakang.
"Sudah, Pak kyai, barusan." jawab Arsha dengan sopan.
"Maaf, saya ada urusan yang lebih penting yang tidak bisa ditinggal."
Arsha mencoba tersenyum dan menerima alasan Lutfi untuk tidak menemui keluarganya.
Setelah percakapan singkat itu, tidak ada lagi obrolan antara Arsha dan Lutfi.
Arsha masih sibuk meredam laju jantungnya, sedangkan Lutfi merasa canggung. Tadi sewaktu santri yang menyopirinya berhenti untuk membeli bensin, tiba-tiba Arsha mendekatinya dan meminta izin untuk bicara. Rasanya ingin menolak, tapi Lutfi juga masih punya adab terhadap tamunya. Tadi sudah merasa bersalah, terpaksa meninggalkan keluarga Arsha tanpa alasan jelas. Akhirnya dia menyuruh Arsha ikut dalam mobilnya untuk bicara di rumah saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
11. My Little Gus
Storie d'amoreHarta, Tahta , Wanita lebih tua.Tiga kata itu adalah kata yang menjadi visi dan misi dalam hidup Arshaka, seorang pemuda yang dikenal periang dan merupakan seorang cucu kyai ternama di Semarang. Harta : Dalam hidup Arsha, dia bercita-cita memiliki b...