23. Bakso Mercon

3K 619 116
                                    

Zulfa berjalan ke parkiran sekolah setelah selesai menjalankan tugasnya. Dia begitu mensyukuri setiap detik nikmat yang Allah berikan, hanya saja dia bertanya kenapa waktu begitu cepat berlalu. Rasanya baru kemarin dia hujan-hujanan di Klaten, sekarang sudah tiga hari berlalu dan itu artinya dua hari lagi dia akan menghadapi sebuah kenyataan berat, lamaran dengan Reza.

Satu-satunya orang yang dia harapkan bisa membantu bicara pada abahnya, tidak lagi bisa diandalkan karena sampai detik ini uminya tidak memberi kabar apapun dan dia sudah yakin bahwa ayah tirinya tak akan semudah itu memberi izin pada uminya. 

Maka sekarang tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain pasrah.

"Zulfa!!"

Gadis itu berhenti ketika Reza berlari mendekat. Dengan sedikit ngos-ngosan, Reza kembali berbicara, "Hp kamu mati? Tadi abah telepon saya, beliau sekarang ada di Semarang. Abah ingin bertemu kita."

Buru-buru Zulfa membuka ponselnya yang ternyata sudah mati tanpa dia sadari. 

"Maaf, hp saya mati. Abah di mana?" tanya Zulfa.

"Katanya sudah hampir sampai di tempat simbah. Mau bareng pulangnya?"

Dengan cepat Zulfa menggeleng. "Saya bawa motor," tolaknya.

Tanpa membuang waktu lagi, keduanya sama-sama pulang ke rumah dengan kendaraan masing-masing. Jika Reza terlihat bersemangat, berbeda alagi dengan Zulfa. Dia sengaja memelankan laju motornya, kalau saja ada tempat lain untuk pulang, ingin sekali dia menghindari abahnya. Dia sudah bisa menebak, apa yang akan dibahas nanti, sudah pasti tentang pernikahan dia dan Reza.

Walaupun motornya melaju dengan kecepatan rendah, tetap saja Zulfa merasa sangat cepat sampai rumah kakeknya. Dengan langkah berat, dia memasuki rumah yang di ruang tamunya memang sudah ada abah dan ibu tirinya serta kakek dan neneknya juga Reza yang sampai terlebih dahulu.

Setelah Zulfa bergabung, Adnan sengaja mengajak istrinya menyingkir karena dia merasa harus memberi waktu pada Zulfa dan abahnya. Tadi sebelum Reza dan Zulfa datang, Adnan sudah mencoba menjalankan perannya. Tanpa memaksa Lutfi merubah keputusannya, Adnan mencoba memberi pandangan agar Lutfi lebih bijaksana lagi tentang masa depan Zulfa.

"Abah sengaja datang kemari atau memang sekalian ada perlu?" tanya Reza.

Lutfi tersenyum singkat. "Sengaja ingin ketemu kalian." jawabnya.

Zulfa kian menunduk, abahnya ingin bertemu dengan mereka berdua sudah pasti membicarakan tentang pernikahan. Atau bisa saja abahnya minta percepat.

"Seperti nya acara harus kita undur dulu." ucap Lutfi yang langsung membuat Zulfa dan Reza kompak terkejut.

"Ada masalah, Bah?" tanya Reza.

Lutfi tidak langsung menjawab melainkan menatap ke arah putrinya yang juga menanti jawabannya.

"Kamu udah ketemu sama umi kamu?" tanya Lutfi dan langsung diangguki oleh Zulfa.

"Apa yang Kamu bicarakan?" cecar Lutfi lagi.

Zulfa tidak bisa menjawab. Sejak kedatangannya ke Klaten beberapa hari yang lalu, belum lagi ada komunikasi antara dia dan uminya. Dia juga sudah tidak berharap Sang Umi akan membantunya, tapi melihat sikap abahnya sekarang, Zulfa menebak pasti uminya sudah melakukan sesuatu.

Melihat Zulfa yang hanya diam, akhirnya Khoiriyah—ibu tirinya mendekat. "Umi kamu belum memberikan restu?" tanya wanita itu.

Sekarang Zulfa bertambah bingung lagi harus menjawab apa. Kemarin sebelum dia jujur ke uminya bahwa dia sebenarnya keberatan dengan pernikahan itu, Sang Umi terlihat bahagia seperti ibu pada umumnya yang bahagia ketika anaknya akan menikah tapi setelah dia jujur, tidak ada yang bisa uminya lakukan. Dan saat ini tiba-tiba ada kabar bahwa uminya tidak memberikan restu.

11. My Little GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang