34. Ikan Tenggelam

3.5K 646 105
                                    

"Sayang!!"

Yang dipanggil Zulfa tapi hampir semua wanita yang duduk di ruang belakang rumah Hanif itu menoleh.

"Lah! Kenapa pada ikut nengok? Sayangku cuma satu!" ujar Arsha.

"Kau itu yang ngapain, manggilnya kenceng banget, aku kira kan Mas Luham yang manggil aku!" protes Alea.

"Iya nih! Kirain mas Iyas yang manggil!" imbuh Embun.

"Aku kira juga Master ku yang lagi butuh aku!" Shanum tak mau kalah.

Arsha tertawa puas karena berhasil membuat kegaduhan. Tadinya dia memang hanya berniat memanggil istrinya untuk mencoba ikan yang baru dia bakar, tidak taunya malah gaduh.

"Lagian ngapain sih pada ikut gaduh?" ucap Arsha masih dengan tawanya.

"Ya lagian kamu di tempat umum ngapain coba sayang-sayangan?" tanya Ilyas.

"daripada bingung, Bang! Masa aku panggil teteh ke istri?" jawab Arsha tanpa rasa malu lagi.

"Bener juga sih, mana wajahnya jauh lebih tuaan kamu lagi!" sahut Dito.

"Ya Allah, Kak! Kalau ngomong selalu benar!" imbuh Rey.

Arsha kemudian mengambil ponselnya untuk bercermin.

"Nggak usah ngaca! Tetap lebih mudaan Zulfa dan inget Nggak baik tuh mengumbar kemesraan di tempat umum!" Alfa berpetuah sambil sibuk membolak-balikkan daging di atas panggangan.

"Butuh kaca gede kau, Alfaruk?" tanya Dito dengan nada sindiran.

Alfa tertawa sedangkan yang lain ikut mencibirnya. "siapa sih bagian dari kita yang nggak pernah pamer kemesraan? Bang Ilyas yang anteng aja nggak luput dari sifat sombong kalau soal kebucinan!"

"Ya kita kan punya satu dalil, Bang! Sami'na wa atho'na! Para sesepuh aja begitu ya kita sebagai yang lebih muda dan fakir ilmu harus meneladani mereka!" Rey yang sejak tadi sibuk mengunyah akhirnya ikut bersuara.

"Woalah! Sableng kumat!" sahut Ilyas dengan cepat.

Senyum dan tawa Zulfa tak pernah luntur ketika ikut mendengar obrolan saudara-saudara Arsha. Tingkah dan kelakuan mereka benar-benar menjadi hal baru bagi Zulfa. Sewaktu berangkat ke Al Anwar, perasaannya tak nyaman. Dia takut tidak bisa membaur, takut kehadirannya susah diterima bahkan sampai takut kalau keluarga Arsha akan menolaknya. Tapi semua perasaan takut itu lenyap seketika saat Arsha dengan sangat bangga menggandeng tangannya kemudian mengenalkan dirinya pada keluarga yang  kemarin tidak ikut acara akad nikah. Hampir semua menyambutnya dengan hangat.

"Seru ya, Ning!" ujar Zulfa yang saat ini memilih duduk bersama Sean dan Alea sedangkan yang lain larut dalam keseruan.

Alea menyenggol lengan Zulfa dengan sengaja. "Jangan ning gitu panggilnya! Bu Lurah aja!" candanya yang diakhiri dengan tawa.

"Sombongnya yang jadi bu Lurah! Nggak inget pas ngomel-ngomel kalau Luham lagi rapat sama kader-kader desa?" sahut Sean.

"Aku nggak mau Mas Luham jadi Lurah lagi,, makan hati tiap hari!"  Sean menirukan gaya berbicara adiknya.

Alea tertawa keras. "Soalnya Mas Luham itu terlalu mempesona, sampai yang di dunia nyata sama yang dunia ghaib aja pengen deket terus." ucapnya.

Zulfa ikut tertawa, bukan hal baru baginya tentang cerita Luham yang tak jauh dari dunia Ghaib.

"Dulu katanya juga ada kan santri yang sering kesurupan? Sampai harus boyong."

"Iya, Mbak! Malah sama abah sampai mau dinikahkan sama Gus Luham." jawab Zulfa.

11. My Little GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang