"Apa katamu?" Raja mencengkram singgasananya dengan begitu erat setelah mendengar penuturan sang putri yang sedang duduk bersimpuh di depannya. Ia tidak salah dengar, bukan?
"Seperti yang telah putrimu katakan sebelumnya, walaupun harus mati, aku menolak lamaran Sarjana Song dan tidak akan menikahi pangeran dari kerajaan lain. Aku percaya bahwa aku akan tetap bisa berkontribusi untuk Goryeo tanpa harus menikah secara politik," rangkum Injung dengan kalimat yang lebih ringkas.
"Apa? Walaupun...harus...mati?!" ulang raja dengan nada yang meninggi. Tiga kata itu benar-benar ia garis bawahi.
"Ye, Cheonha."
"Gongju!" Cengkraman itu berubah menjadi kepalan yang memukul lengan singgasana. Wang Hwi bangkit dari kursi kebesarannya. "Kau berani mengancam ayahmu dengan nyawamu?!"
Bentakan itu mengejutkan dua orang kasim yang berjaga di sisi kanan dan kiri singgasana raja. Ini pertama kalinya mereka melihat raja marah kepada putri kesayangannya.
Namun, ini adalah reaksi yang sudah diduga Injung, oleh karenanya, ia sama sekali tidak berjengit akan kemarahan tersebut.
"Kau bahkan tidak terpikir untuk menjadi biarawati saja untuk menghindari pernikahan politik??" sindir raja.
Injung menjawabnya dengan enteng. "Jika itu pilihan yang lebih baik bagi Abamama, putrimu akan menjadi biarawati."
"Apa??" Wang Hwi mengerutkan keningnya tak habis pikir. "Gongju, bagaimana bisa kata-kata itu kau ucapkan semudah itu?! Aku ayahmu!"
"Sebelum menjadi ayahku, Yang Mulia adalah seorang raja," kata Injung.
Raja menuruni tiga undakan tangga lalu berjalan ke arah putrinya. "Memilih mati? Menjadi biarawati? Aku ayahmu, orangtuamu, Soyeon-ah! Ayah menggendongmu ketika bayi, menyuapimu saat kecil, memandumu latihan berjalan! Semua itu masih terekam jelas di sini..."
Wang Hwi menunjuk kepalanya beberapa kali dengan telunjuk kanan. Sorot matanya memancarkan luka. "Bagaimana bisa dengan mudah kau mengatakan semua itu di depanku? Kau tidak memikirkan bagaimana perasaan ayahmu saat mendengarnya??"
Wang Hwi sadar bahwa ketika menduduki singgasana, ia harus mementingkan kerajaan sebelum anak-anaknya. Namun untuk Injung, ketimbang menjadi raja yang bijak, ia lebih ingin menjadi ayah yang baik.
Injung mendongakkan kepala, menatap sang ayah yang berdiri hanya beberapa langkah di depannya, berusaha memberikan pengertian.
"Abamama, jika aku harus memilih antara kedua opsi itu, jawabanku tidak akan berubah sampai kapan pun."
~~~
Meskipun kala itu sang putri dan raja hanya berbicara berdua di aula kerajaan (abaikan kasim di dalam ruangan dan dayang di depan pintu), desas-desus bahwa Injung lebih memilih menjadi biarawati tersebar di istana. Dan apabila itu sudah dibicarakan di seluruh istana, mustahil kabar tersebut tidak sampai di telinga perdana menteri.
Song Mino mendengus miris di kamarnya setelah mata-mata keluarga mereka memberi kabar tersebut kepada ayahnya. Putri sampai berani mengatakan hal itu di depan baginda raja untuk menghindarinya?
Gongju Mama, apakah kau sebegitunya membenciku?
Lelaki itu mengeraskan rahang dengan geram. Tangan kanannya mencengkram hiasan rambut Injung yang diberikan ayahnya untuk si bungsu. Ya, Haeun merengek dan menangis sejak minggu lalu karena hiasan rambutnya dari Injung hilang tanpa jejak. Meski sudah menyuruh para pekerja untuk mencari di seluruh rumah, hiasan rambut tersebut tetap tak ditemukan. Tentu saja tak ketemu, mereka tidak mencari di dalam kamar si sulung.
YOU ARE READING
I Love You For A Thousand Years
Fanfiction"I have loved you since a thousand years ago. I love you for a thousand years. And I will always love you for a thousand more." "You of all people must have known that I always get what I want. No matter if it takes a thousand days or a thousand yea...