Chapter 32

157 37 50
                                    

"Wangseja? Putra mahkota Goryeo sekarang..."

Wang Lim. Jika nama itu yang disebutkan Dayang Soh, maka sejarah tidak berubah. Jiyeon telah mengonfirmasi Jaebum keliru dan ia bisa kembali pulang dengan tenang tanpa perlu bertemu dengan orang-orang di istana.

Wang Soo. Apabila nama itulah yang keluar dari mulut Dayang Soh, itu berarti Jiyeon sudah terlambat. Sia-sia dirinya datang, takkan ada yang bisa ia ubah.

Rasanya menunggu Dayang Soh menyebutkan satu nama saja lamanya seperti menunggu padi panen.

"...Jusang Cheonha belum menentukannya," sambung Soh sambil menggelengkan kepala.

Jiyeon serasa ditimpuk batu. Ternyata tidak ada dugaannya yang benar. Namun, ia bersyukur. Itu artinya dia masih memiliki waktu untuk memperbaiki semuanya sebelum sejarah menyimpang lebih jauh lagi.

"Meskipun begitu, raja telah mengumumkan bahwa Yang Mulia akan menobatkan putra mahkota tahun ini. Mungkin tak lama lagi," lanjut Soh. "Memangnya kau dari mana saja sampai tidak tahu kabar istana? Dan pakaian apa ini yang kau kenakan?"

Dayang Soh pun mengajak Jiyeon ke rumah kecilnya yang terletak di desa sebelah. Mereka bertukar cerita selama perjalanan guna mengetahui kabar masing-masing. Hidup di luar istana selama dua tahun ini jujur saja membuatnya kesepian. Bertemu dengan wajah familiar Jiyeon tentu membuatnya gembira.

Wanita itu membiarkan Jiyeon meminjam bajunya, makan, dan beristirahat di rumahnya. Ia bahkan menawarkan sang gadis untuk menginap barang semalam atau dua malam di kediamannya sebelum melanjutkan perjalanan yang entah ke mana.

"Ayolah. Lagipula, aku hanya tinggal sendiri di rumah pemberian Wangbi Mama ini," bujuk Dayang Soh.

"Wangbi Mama?" ulang Jiyeon, sedikit tidak percaya mendengarnya.

"Setelah aku dikeluarkan dari istana, Wangbi Mama memberikanku rumah di desa ini. Katanya, itu adalah cara yang praktis untuk mengetahui keberadaanku jika suatu saat nanti Mama membutuhkanku." Soh tersenyum maklum. "Banyak orang yang berkata buruk tentang ratu, tapi bagiku Wangbi Mama hanyalah seorang ibu yang sangat mencintai anak-anaknya dan rela melakukan apa pun untuk mereka."

Jiyeon membalas dengan anggukan kecil. Ia hanya berharap, Wang Soo juga termasuk dalam kategori 'anak-anak' yang dilindungi Inye.

"Sudah, istirahatlah dulu di sini. Aku akan membangunkanmu jika sudah waktunya makan siang," tawar Soh dengan ramah. Ia masih ingat betapa gadis itu sangat suka makan.

"Aku harus bergegas, Mama-nim," tolak Jiyeon halus. "Aku harus pergi ke Byeokrando setelah ini."

"Byeokrando?" ulang Soh dengan kepala yang dimiringkan.

"Aku harus menemui seseorang untuk menanyakan sesuatu. Ini sangat penting. Apakah ada kuda yang bisa kupinjam?"

Dayang Soh tidak banyak bertanya. Jika Jiyeon bilang itu penting, dia akan percaya. Itulah sebabnya, Soh tak sungkan merogoh kocek cukup dalam untuk meminjam kuda jantan milik tetangganya.

"Perjalanan dari sini ke Byeokrando dengan kuda sekitar 2 jam. Kalau bisa, kembalilah paling lambat petang nanti," pesan Soh setelah Jiyeon duduk dengan mantap di kuda tersebut. "Kau yakin tidak perlu seseorang untuk menemanimu?"

Jiyeon tersenyum, terharu akan bentuk perhatian yang ditunjukkan Soh kepadanya. Tak heran dayang yang satu ini telah dianggap sebagai ibu kedua bagi sang putri. "Jika butuh bantuan aku akan turun dan bertanya kepada orang-orang sekitar. Aku usahakan untuk pulang sebelum gelap."

"Hm... Hati-hati," tambah Soh.

Jiyeon menarik tali kekang kuda dengan kedua tangannya. Sebelum menjalankan kuda itu, ia menoleh ke bawah. "Senang bertemu dengan Mama-nim di sini."

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now