Chapter 15

645 73 51
                                    

"Kasim Han," panggil Siwan saat sedang melakukan briefing pada anggota timnya 30 menit sebelum pertandingan dimulai.

"Ye, Wangja-nim?"

"Jaga gawang dengan baik. Jangan biarkan tim lawan memasukkan bola mereka. Yi Howon bisa menendang bola dengan sangat cepat dan akurat walau jaraknya jauh, sedangkan tendangan Wang Soo bisa membuat bola itu melambung jauh. Kau harus berhati-hati terlebih pada keduanya," ujar Siwan setelah menganalisis kemampuan tim lawan selama 6 hari latihan.

Sang kasim menundukkan kepala dan berkata bahwa ia akan mematuhi perintah pangeran.

"Dongjun, kau awasi Yi Howon. Kalau bisa, setiap kali aku menggiring bola, jauhkan dia dariku. Buatlah dia sibuk," kata Siwan yang merasa bahwa ia harus memberikan perhatian ekstra pada Howon dalam pertandingan. Selain skill-nya dalam bertarung, kemampuannya bermain sepak bola juga patut diwaspadai.

"Hamba mengerti, Wangja-nim," jawab Dongjun lalu mengencangkan ikat kepalanya. "Oh, bukankah itu dayang Gongju Mama?"

Siwan menoleh ke belakang dan mengikuti arah pandang Dongjun. Dilihatnya Jiyeon sedang menyelipkan kepala di pintu masuk tenda barak timnya. Siwan terkekeh lalu berbalik badan setelah menyuruh anggotanya untuk melakukan pemanasan.

"Kau mau mengintip kami, ya?" goda Siwan lalu berjalan mendekati sang gadis.

Jiyeon terbelalak lalu melambaikan tangan kanannya sembari mengelak dari tuduhan itu.

"Apa yang kau lakukan di sana? Masuklah, kami sudah selesai berganti pakaian," ujar Siwan masih melanjutkan candaannya.

Jiyeon pun melangkahkan kakinya memasuki tenda berukuran medium itu. Seluruh anggota tim Wang Lim mengenakan seragam hitam-biru dan sang pemimpin mengenakan sabuk khusus sebagai pembeda.

"Aku datang untuk memberikan ini." Jiyeon menyodorkan sebuah keranjang.

Siwan menerima keranjang itu dan mengangkat kain yang menutupi isinya. Matanya berbinar mendapati jajaran biskuit di atas keranjang tersebut. "Wah! Ini untukku?"

Jiyeon mengangguk. "Gongju Mama memintaku untuk mengantarkan ini. Anggap saja sebagai biskuit penyemangat."

Sebenarnya, itu adalah biskuit titipan Injung yang dibuat atas saran Jiyeon semalam ketika sang putri bingung apa yang harus dilakukan untuk menyemangati kedua kakaknya. Alhasil, tadi malam mereka lalui dengan membuat biskuit dadakan bersama dengan bantuan Soh Sanggung.

Siwan tersenyum lebar. "Di mana Injung? Dia tidak datang bersamamu?"

Kepala Siwan mendongak lalu menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan adik perempuannya.

"Ah, Tuan Putri sedang bersiap di kediaman Yang Mulia Ratu. Mereka akan memasuki tempat pertandingan bersama-sama," jelas Jiyeon. Sebenarnya, Soyeon ingin mengantarkan biskuit ini langsung, tetapi ia tak punya waktu untuk itu. Jiyeon lah yang dikirimnya untuk mengantar paket tersebut.

Siwan mengangguk-angguk. Ratu, selir, dan putri memang biasanya memasuki 'stadion' bersama-sama setiap tahunnya. "Terima kasih, Jiyeon."

"Wangja-nim, fighting!" Jiyeon mengangkat tangan kanannya yang terkepal dan membuat gesture fighting seperti yang biasa ia lakukan pada zaman modern.

Siwan terdiam beberapa saat karena tak tahu apa maksud sang gadis. Salah satu alis lelaki itu terangkat ke atas. Ia pun turut mengangkat dan mengepalkan tangan sembari berkata, "Hwai... ting?"

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now