Chapter 38

119 30 63
                                    


Setelah menyelesaikan rapat malam itu dengan beberapa jenderal dan petinggi militer lainnya, Yi Howon sedang berjalan menuju gerbang istana untuk pulang ketika tiba-tiba seorang dayang yang bersembunyi di balik pohon besar memanggilnya.

Melihat gerak-gerik yang mencurigakan itu, Howon menghampirinya, khawatir terjadi sesuatu kepada dayang yang berkeliaran sendiri selarut ini di istana.

"Ada yang bisa kubantu?" tawarnya.

"A—aku membawa pesan dari Gongju Mama," ucap dayang itu dengan nada takut-takut. Kedua matanya bahkan tidak bisa menatap langsung manik sang jenderal.

Yi Howon pun mengikuti dayang itu ke sebuah tempat yang sepi di mana semak-semak tumbuh lebih rimbun. Ia mengerutkan kening bingung.

Apakah pesan itu memang serahasia ini? Bukankah biasanya dayang pendek bernama Boram itu yang mengantarkan surat dari sang putri?

"Geurae, apa pesan dari Gongju Mama?"

"AAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHH!!!"

Tiba-tiba saja dayang itu berteriak sangat kencang, memecah keheningan malam. Seakan teriakan itu belum cukup untuk membangunkan seisi istana, dayang kurus itu membuka paksa seragamnya di hadapan Howon. Lalu, dengan kedua tangan ia mengacak-acak rambutnya sendiri.

Lelaki itu terbelalak, mendadak seluruh tubuhnya kaku. Ia tidak pernah mengalami kejadian ini sebelumnya, sehingga bingung apa yang harus dilakukan.

"BERHENTI!!!" jerit si dayang dengan histeris sambil menyobek rok panjangnya.

Butuh waktu beberapa detik bagi Howon untuk menyadari apa yang sedang dilakukan oleh dayang itu.

"TOLONG!"

Tiba-tiba saja, dayang itu melemparkan tubuhnya ke arah Howon. Sang lelaki, refleks menangkapnya agar mereka tidak jatuh berguling di tanah bersamaan.

"JANGAN LAKUKAN INI PADAKU!" Jeritan si dayang semakin histeris, berbanding terbalik dengan apa yang sedang dilakukannya saat ini, menempelkan terus tubuhnya pada Howon.

Lelaki itu menarik tangan kanan si dayang yang sudah bergerak ke mana-mana dan menyentaknya kasar, membuat perempuan dengan bahu terbuka itu terjatuh di tanah dalam posisi duduk.

"Siapa yang menyuruhmu melakukan ini?!" bentak Howon dengan wajah merah karena amarah yang menggebu.

Derap langkah kaki beberapa orang terdengar semakin dekat.

Gadis itu berteriak dengan lebih keras lagi, berharap dapat mengundang lebih banyak orang.

"Ada apa ini?!" Seorang ketua penjaga yang sedang berpatroli di daerah itu menghampiri. Ia dan anak buahnya berhenti saat melihat posisi ambigu Yi Howon dan dayang tersebut.

Sebelum Howon sempat membuka mulut untuk menjelaskan apa yang terjadi, gadis itu sudah merangkak ke arah si ketua dan memohon di kakinya.

"To—tolong aku! Pria itu memanggilku ke tempat sepi ini dan berusaha membuka ba—bajuku! Dia melecehkanku!"

Isakannya terdengar memilukan dan aktingnya berhasil membuat para prajurit yang mengelilingi TKP percaya.

"Bukan seperti itu kejadiannya!" sanggah Howon tegas dengan kedua tangan yang terkepal.

"Apakah jabatanmu sebagai jenderal mengizinkanmu untuk melecehkan dayang seperti ini?!" balas gadis itu dengan air mata yang membanjir.

Jika Yi Howon masih berpangkat pengawal, mereka pasti akan menyergapnya tanpa memberi kesempatan untuk buka mulut. Namun, karena kini lelaki itu sudah menempati posisi jenderal, mereka memperlakukannya dengan lebih hormat.

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now