Chapter 19

213 50 109
                                    

Setelah insiden penculikan para pangeran yang terencana itu, Wang Hwi menyuruh kedua putranya untuk langsung memulai pelajaran dengan Yoo Jinmoo dan Shin Mooyoung. Bukan hanya belajar literatur, politik, dan strategi militer dengan para sarjana dan menteri, kedua pangeran juga harus berlatih bela diri seperti panahan, pedang, dan berkuda. Sudah jelas raja memerintahkan hal tersebut untuk melihat potensi anak-anaknya.

Di sisi lain, Inye terus mendorong Wang Lim agar mengungguli Wang Soo di semua 'tes terselubung' itu. Tentunya dengan harapan sang raja akan melihat bahwa Wang Lim lebih pantas menyandang gelar putra mahkota ketimbang saudara tirinya.

Sang ratu baru mengetahui insiden penculikan itu dari mata-matanya keesokan harinya. Ia terkejut usai mempelajari bahwa suaminya adalah dalang di balik penculikan tersebut. Namun, Inye bungkam mengenai hal itu, berpura-pura tidak tahu apa pun dan menganggapnya sebagai salah satu cara sang suami mendidik anak mereka.

+++

"Tepat sasaran!" teriak seorang pengecek skor di dekat papan target Siwan sambil mengibarkan bendera kuning.

Jiyeon dan Soyeon yang sejak pagi menyaksikan latihan panahan kedua pangeran pun melakukan selebrasi dengan menautkan kedua tangan mereka. Tembakan panah Siwan memang tidak pernah mengecewakan. Tampaknya, bakat memanah sang ayah diturunkan kepada si sulung.

Di sebelah Siwan, tampak sesosok lelaki dongkol yang menekuk wajah dengan raut cemberut. Siapa lagi kalau bukan si pangeran tampan, Wang Soo? Banyak hal telah membuatnya kesal hari ini.

Pertama, sial sekali sang kakak jauh lebih unggul darinya dalam hal panahan. Kedua, Jiyeon dan Soyeon melakukan selebrasi yang berlebihan tiap kali anak panah Siwan menancap di pusat target. Ketiga, prajurit pengecek skor yang berdiri di samping papan targetnya terus-terusan mengucap kata 'Tidak kena!' Angka tertinggi yang diraihnya sejak latihan dimulai adalah 6, yang ngomong-ngomong merupakan angka terendah Siwan—yang hanya akan menancap di sana apabila angin sedang berembus tak bersahabat. Siapa yang tidak sebal coba jika begini?

"Soo-ya, giliranmu," kata Siwan mengingatkan sang adik untuk melepas anak panahnya.

"Sudah tahu!" balas Myungsoo ngegas dengan nada sengit. Ia mengambil satu anak panah yang dibawakan oleh Howon dan langsung memosisikannya di busur. Sebelah matanya ditutup untuk memperkirakan jarak dan posisi target.

SYUT!

Anak panah itu melesat dari busur Myungsoo dan mendarat dengan mulus di rumput dekat sepatu prajurit pengecek skornya.

"Tidak kena!" teriak si prajurit sambil mengibarkan bendera merah.

Ekspresi Myungsoo semakin jelek saja, apalagi ketika mendapati bahwa sang kakak langsung membalikkan badan dengan punggung yang bergoyang. Tak hanya itu, reaksi Soyeon dan Jiyeon juga membuat mood-nya kian anjlok. Kedua gadis itu tertawa haha hihi setiap kali panahnya meleset tapi bertepuk tangan heboh ketika Siwan berhasil.

"A-argh! Aku tidak mau latihan lagi!" seru Myungsoo ngambek. Ia membanting busurnya lalu pergi dengan kesal dari lapangan itu.

Meskipun bingung, Yi Howon langsung membuntuti tuannya.

"Soo-ya, kau mau ke mana? Guru Yoo berkata kita harus berlatih sampai anak panah ini habis!" seru Siwan mengingatkan. Ekor matanya mengikuti kepergian sang adik.

Myungsoo berhenti kemudian membalikkan badan lagi guna menghadap kakaknya. "Lakukan saja sendiri! Hyungnim menembak dengan bagus, bukan? Ambil saja semua anak panahnya dan pamerkan ke dua perempuan di sana itu!"

Setelah melimpahkan tugas sekaligus menyindir, Myungsoo melanjutkan jalannya menjauhi lapangan dengan langkah kaki yang dihentak.

Siwan menggelengkan kepalanya seraya berdecak. Ia menoleh ke arah Jiyeon dan Soyeon di pinggir lapangan. Kedua gadis itu hanya mengangkat bahu mereka serempak.

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now