Chapter 7

523 122 65
                                    


"Wangja-nim, ini sudah larut. Apakah tidak sebaiknya kita mengungjungi Wangbi Mama besok pagi saja?" usul Howon yang berjalan tepat dua langkah di belakang Wang Soo.

"Karena kita tidak jadi membawa gadis itu ke hadapan Abamama, aku harus memenuhi panggilan Omamama, bukan?" jawab Myungsoo dengan santai. Kedua tungkainya berjalan cepat dengan bersemangat dari paviliunnya menuju kediaman sang ibu. Ia merasa tidak enak karena tak datang saat ibunda memanggilnya tadi, karena itulah Myungsoo berinisiatif untuk menghadap Inye sekarang. Lagipula, setelah bertemu di ruangan raja siang tadi, Myungsoo yang langsung sibuk mencari Jiyeon, tidak sempat memberi salam kepada ibundanya.

"Mengapa tidak bersama Putri Injung atau Pangeran Lim saja?" tanya Howon menyiratkan saran dalam kalimatnya. Bukan apa-apa, Howon selalu merasa bahwa Inye cenderung akan bersikap lebih baik saat Wang Soo datang menghadap bersama Lim atau Injung. Ia hanya tidak ingin Wang Soo kecewa dengan kunjungan malamnya ini.

"Untuk apa? Mereka sudah sering bertemu Omamama. Setidaknya untuk malam ini, biarkan aku bersama Omamama berdua saja," kata Myungsoo tak ragu menunjukkan rasa irinya di hadapan Howon. Lagipula, ia yakin sang pengawal pasti sudah tahu bagaimana perasaannya tiap kali ratu lebih sering menghabiskan waktu bersama Lim dan Injung ketimbang dirinya.

Howon terdiam selama beberapa saat memikirkan kalimat tuannya barusan. Semoga saja, tidak terjadi insiden yang tak diharapkan nanti. Ia pun menjajari Wang Soo sembari mengulurkan kedua tangannya. "Kalau begitu, biarkan hamba yang membawa kotak itu."

Myungsoo langsung menjauhkan kotak yang sejak tadi dibawanya itu dengan sikap protektif. "Biar aku saja. Aku ingin memberikannya langsung kepada Omamama."

"Hamba mengerti," jawab Howon lalu kembali berjalan di belakang Wang Soo. Melihat betapa antusiasnya sang pangeran membuat Howon tidak tega jika sampai senyuman yang sangat jarang menghiasi wajah Wang Soo itu terhapus malam ini juga. Sang namja memandang ke arah rembulan yang menyinari malam itu. "Namun, bagaimana jika Yang Mulia sudah tidur?"

"Kita tidak akan tahu jika belum ke sana, bukan?" balas Myungsoo penuh optimisme.

Howon mengangguk walau Wang Soo tak dapat melihatnya. Matanya terpaku pada punggung Wang Soo dan pikirannya menjalar entah ke mana. Kekesalan Wang Soo akan Jiyeon tampaknya sudah menguap begitu saja digantikan oleh antusiasme yang besar untuk menemui sang ratu. Howon tidak berharap banyak. Ia hanya berharap Inye akan menerima kedatangan putra tirinya dengan baik malam ini.

"Howon-ah, apakah menurutmu Omamama akan menyukai hadiah dariku?"

Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Howon. "Siapa yang tidak akan menyukai hadiah dari Wangja-nim? Bahkan Jusang Cheonha pun akan sangat senang jika mendapatkan hadiah serupa."

Myungsoo menoleh ke belakang dengan senyuman yang mengembang. "Begitukah? Haruskah kuberikan hadiah yang sama untuk Abamama juga?"

"Itu ide yang bagus, Wangja-nim," jawab Howon.

"Jika kau yang mengatakannya, maka baiklah..." ujar Myungsoo lalu kembali menghadap ke depan. Ia sama sekali tidak merasa berat pada kedua tangannya yang membawa bingkisan untuk sang ibunda. Jika sang ratu mengulas senyum, mengangkat sudut bibirnya sedikit saja, itu sudah cukup baginya. Myungsoo tak mengharapkan genggaman tangan atau pelukan yang hangat. Seulas senyum sudah cukup.

Namun, amat disayangkan, bayangan akan senyuman sang ibu harus runtuh karena dua dayang yang bertugas menjaga pintu masuk kediaman Inye tidak mengizinkannya.

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now