Entah sudah berapa kali Injung mengembuskan napas beratnya hari itu. Sang gadis duduk berpangku tangan di ruang tengahnya, menanti seorang tamu yang ia tahu takkan datang. Larangan ratu begitu tegas dan siapa pun paham iitu bukanlah sekadar gertakan.
Injung memang tidak menyalahkan Yi Howon karena begitu mematuhi larangan tersebut, tapi siapa yang harus bertanggung jawab atas rasa rindunya yang memuncak ini kalau begitu?
"Gongju Mama! Gongju Mama!"
Injung mendongak dan tersenyum melihat Boram memasuki ruangan sambil berlari dengan kedua kaki mungilnya. Gadis itu selalu berlari dan berseru tiap kali ingin mengabarkan sesuatu, entah mengapa Injung selalu merasa itu sesuatu yang imut.
"Ada apa, hm? Kau tidak takut tersandung?" tanya Injung lembut.
"Surat! Surat untuk Yang Mulia," jawab Boram seraya meletakkan sebuah amplop kuning di atas meja kayu sang putri. Ia masih mengatur napas tapi berusaha menjelaskan dengan wajah memerahnya.
Injung mengambil amplop tersebut dan mengamatinya. Dari jenis amplopnya, ini jelas bukan surat resmi yang ditujukan kepada anggota keluarga kerajaan.
"Dari?"
Jeon Boram tersenyum dengan mata bulan sabitnya yang manis lalu menjawab dengan nada menggoda. "Siapa lagi kalau bukan dari jenderal tampan yang baru pulang dari perbatasan itu?"
Rona merah di wajah Boram (akibat berlari) tampaknya menular dengan cepat ke wajah Injung. Deskripsi dayangnya tadi terlalu rinci. Padahal menyebut kata "tampan" saja sudah cukup. Siapa lagi memangnya lelaki tampan yang ada di Goryeo kalau bukan Yi Howon?
Soyeon memang sering mendengar para dayang bergosip tentang betapa tampannya Wang Lim dan Wang Soo, tapi bagi sang putri, kedua kakaknya itu kalah jauuuuuh apabila disandingkan dengan Howon. Hehehe.
"Buka amplopnya, Gongju-nim!" ujar Boram tidak sabar sambil bertepuk tangan. Yang dapat surat siapa, yang kepo isinya siapa.
"Kau keluar," kata Soyeon setelah berdeham.
"Ta--tapi... hamba juga ingin..."
Begitu melihat putri mengedikkan kepalanya ke arah pintu, Boram pun mengerti. Dengan berat hati, ia membungkukkan badan sebelum keluar dari ruangan tersebut.
Bukannya tidak ingin Boram tahu apa isi surat Yi Howon, ia hanya tidak mau terus-terusan digoda karena terlihat mesam-mesem sejak amplop itu berada di tangannya.
Ratu melarang mereka bertemu, tapi tidak melarang keduanya untuk bertukar surat, bukan? Howon memang cemerlang!
Setelah membaca keseluruhan surat lebih dari lima kali, Injung berpindah ke meja tulisnya dan menyiapkan sendiri kertas, tinta, dan kuas untuk menulis balasannya.
Gadis itu sangat bersemangat hingga berkali-kali memastikan tidak ada satupun aksara yang buruk dipandang mata. Senyuman tak luntur dari wajahnya, setia bertengger di sana sepanjang hari.
Howon yang dulu pasti takkan berani mengirim surat apalagi setelah larangan ratu turun. Astaga, pria itu semakin menakjubkan saja!
~~~
Tak jauh berbeda dengan sang adik, Wang Soo berjalan ke kediamannya dengan senyum yang mengembang pula. Ia tidak peduli baju basahnya memberatkan setiap langkah yang diambil. Jubah milik Howon yang bertengger di pundak sang pangeran mengikuti langkah zig-zagnya.
YOU ARE READING
I Love You For A Thousand Years
Fanfiction"I have loved you since a thousand years ago. I love you for a thousand years. And I will always love you for a thousand more." "You of all people must have known that I always get what I want. No matter if it takes a thousand days or a thousand yea...