Chapter 29

178 37 56
                                    

"Byeokrando, katamu?" ulang ratu usai mendengar penuturan dari mata-mata yang dikirimnya untuk membuntuti sang anak.

"Ye, Mama. Tampaknya, Jusang Cheonha mengirim gadis itu ke sana untuk menemui seseorang, tapi mohon maaf hamba belum bisa mencari tahu siapa yang akan dia temui."

"Byeokrando..." gumam Inye sekali lagi. Benaknya berusaha mengingat mengapa nama wilayah tersebut familiar di telinganya.

Pupil matanya membesar begitu menyadari kepada siapa sang suami mengirim dayang pribadi Injung itu. Untuk apa gadis tersebut bertemu dengan orang sepenting itu??

"Jika terus membuntuti mereka, hamba bisa memberikan nama itu besok." Si mata-mata menawarkan.

Inye menggeleng. "Tidak. Biarkan saja. Kau tak perlu membuntuti mereka lagi."

"Tapi, keselamatan Wangja-nim..."

"Kwanghee dan Dongjun pasti ada di sekitar sana," sela ratu. "Putraku akan kembali ke istana dengan sendirinya nanti. Kita tidak perlu menjemputnya."

Mata-mata itu mengangguk patuh.

"Wangbi Mama, Gongju Mama datang untuk menemui Yang Mulia," seru Sanggung milik ratu yang berjaga di depan pintu.

Injung? Selarut ini?

Inye mengibaskan tangan, isyarat agar mata-mata itu segera pergi melalui pintu samping. Usai pria berpakaian hitam itu tak lagi tampak batang hidungnya, ratu berseru.

"Masuklah."

~~~

Jiyeon tak menyangka perjalanan mereka akan memakan waktu selama ini. Sulit sekali bepergian jauh jika tidak menggunakan mobil. Mereka memang berkuda, tapi Jiyeon yang tak biasa menunggangi hewan besar itu merasa pinggangnya sudah mau copot dari tadi.

Untunglah dua pangeran yang baik hati itu setuju untuk bermalam di sebuah penginapan dekat pelabuhan sebelum melanjutkan perjalanan ke lokasi tujuan mereka. Jiyeon disewakan kamar sendiri, sedangkan Siwan dan Myungsoo harus puas berbagi ruangan karena hanya dua kamarlah yang tersisa pada malam yang berangin itu.

"Kenapa tertawa? Memangnya ada yang lucu?" tanya Myungsoo setelah mendengar kekehan.

Wang Lim membalikkan badan untuk menghadap sang adik yang menggelar alas tidurnya di sudut ruangan, sejauh mungkin darinya.

"Kita bersaudara, tapi sepertinya ini pertama kalinya kita tidur di kamar yang sama, bukan?"

Usai mengatakan itu, derai tawanya kembali terdengar. "Aku dengar, kakak adik dari keluarga biasa harus berbagi kamar karena tidak punya ruangan yang cukup di rumah mereka."

Sebab tinggal di istana, ruangan di rumah mereka lebih dari cukup. Jangankan kamar, mereka bahkan memiliki kediaman masing-masing. Paket lengkap dengan dayang, kasim, dan taman cantik.

Myungsoo menyipitkan mata lalu berbaring di alas tidur yang sama sekali tidak empuk itu. "Ini ketiga kalinya tahu."

"Kau benar-benar akan memunggungiku terus, eoh?" sindir Siwan saat adiknya lagi-lagi berbalik badan menghadap tembok.

"Puas sekarang?" Myungsoo akhirnya mengubah posisi agar menghadap sang kakak.

Siwan menarik selimutnya sampai bahu dan membenarkan posisi bantalnya. "Apa maksudmu ini ketiga kalinya?"

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now