"Ye, Gongju Mama, jika ada sesuatu yang diperlukan. Silakan panggil kami. Hamba akan berada di balik pintu," ucap Soh Sang-gung setelah Injung menyuruhnya meninggalkan mereka.
Soyeon memberikan anggukan.
"Apakah hamba harus pergi juga, Yang Mulia?" tanya Howon yang masih setia berdiri di belakang kursi Wang Soo.
"Apa yang kau bicarakan? Kau bisa tetap di sini. Lagipula, tidak ada yang perlu kami sembunyikan darimu," kata Soyeon.
"Terima kasih, Gongju Mama," jawab Howon sambil menundukkan kepalanya.
Usai dayang kepercayaannya menutup pintu, Soyeon tersenyum kepada tiga orang yang duduk melingkar di kediamannya itu. "Aku lega Abamama tidak menjatuhkan hukuman tadi. Kita akan berada dalam masalah besar jika itu terjadi."
"Belum..." ralat Myungsoo dengan masam lalu menyeruput tehnya. "Abamama belum menjatuhkan hukumannya. Kita baru bisa tenang setelah melihat jalannya interogasi sore nanti."
"Haruskah kita merencanakan sesuatu?" tanya Soyeon menatap kedua kakak lelakinya bergantian.
Myungsoo melipat kedua tangan di depan dada. "Aku sedang tidak bisa memikirkan apa pun."
Siwan mengembuskan napas lelah lalu menoleh kepada gadis di sampingnya. "Jiyeon, apa kau punya ide? Biasanya ide-ide darimu cukup..." Ia berpikir sebentar untuk menemukan kata yang tepat guna mendeskripsikan ide gila Jiyeon. "...unik?"
Jiyeon menggeleng lemah dengan ekspresi pahitnya. "Aku tidak bisa lagi berbohong di hadapan Yang Mulia Raja. Jusang Cheonha sudah mengetahui semuanya. Jika aku masih berani mengatakan kebohongan lagi, aku pasti akan mati."
Myungsoo mendecakkan lidahnya begitu mendengar jawaban Jiyeon. "Selain berbohong, kau juga bersikap sangat tidak sopan kepada raja. Kematianmu saja tidak akan cukup untuk membayar seluruh dosamu."
Jiyeon melotot tidak percaya pada lelaki di sebelah kirinya itu lalu lupa untuk menggunakan bahasa yang sopan. "Kau pikir demi siapa aku berbohong di hadapan raja?!"
"Kau meninggikan nada bicaramu kepadaku, hah?!" Myungsoo menunjuk Jiyeon dengan telunjuknya karena mulai tersulut.
"Sudahlah..." Siwan menengahi dengan lelah. Lelah mental dan juga lelah fiisik. Melihat keduanya bertengkar tidak akan memperbaiki keadaan.
"Hah... aku tidak percaya aku mempertaruhkan nyawaku demi orang sepertimu..." gumam Jiyeon pelan tapi masih dapat didengar oleh Myungsoo.
"Apa kau bilang? Cepat ulangi apa yang kau katakan tadi!"
"Orabeoni... tenanglah..." pinta Soyeon. "Aku mengundang kalian kemari untuk minum teh, bukan untuk berkelahi."
"Lalu kenapa gadis ini harus ikut?!" protes Myungsoo yang tak terima dengan kehadiran Jiyeon.
Jiyeon memutar bola matanya. Bahkan pada seribu tahun yang lalu, dunia pun sudah terbalik rupanya. Bagaimana bisa orang seperti Myungsoo menjadi pangeran? Dasar tidak tahu terima kasih!
"Soo Orabeoni?" panggil Soyeon lalu tersenyum manis. "Akulah tuan rumah perjamuan ini. Aku bebas mengundang siapa pun untuk menjadi tamuku, bukan?"
Mendengar sindiran halus itu, Myungsoo pun berdeham dengan salah tingkah lalu memilih mengambil sebuah manisan yang tersaji.
Siwan tersenyum kecil melihat Myungsoo yang kalah dari Soyeon. "Ayolah, setelah melewati peristiwa yang menegangkan tadi, kita seharusnya menikmati teh ini dan tidak membahas topik yang serius. Jiyeon, aku belum melihatmu menyentuh teh itu sejak tadi. Apakah teh ginseng ini tidak sesuai dengan seleramu?"
YOU ARE READING
I Love You For A Thousand Years
Fanfiction"I have loved you since a thousand years ago. I love you for a thousand years. And I will always love you for a thousand more." "You of all people must have known that I always get what I want. No matter if it takes a thousand days or a thousand yea...