Chapter 2

644 112 170
                                    


"Myung-Soo..." Jiyeon mengangguk kaku. "Ah, ye... Myungsoo ssi..."

"Myungsoo ssi?" Pria itu tak percaya akan apa yang baru saja didengarnya. Gadis itu memanggilnya Myungsoo-ssi?

Jiyeon terkesiap. Apakah pada zaman dulu, -ssi adalah panggilan yang kurang sopan? "Ka... kalau begitu, bagaimana aku harus memanggilmu? Haruskah aku memanggilmu Tuan Myungsoo?"

Myungsoo mengembuskan napas panjangnya lalu mengibaskan tangan seraya mendecakkan lidah. Berurusan dengan gadis ini sepertinya memang tak bisa sebentar. "Lupakan saja."

"Baiklah, kalau begitu Myungsoo saja." Daripada memanggilnya dengan embel-embel -ssi atau menambahkan kata Tuan sebelum menyebut namanya, Jiyeon memilih untuk memanggil nama lelaki itu tanpa tambahan apa pun.

"Gadis ini... dasar..." gumam Myungsoo kesal. Ia mencoba bangkit dari posisi duduknya yang bersandar pada kurungan kayu di sudut. "Argh..." Myungsoo mengerang lalu memegangi kaki kirinya.

Jiyeon yang mendengar hal itu langsung melupakan rasa segannya dan berjalan mendekati Myungsoo. "Kau baik-baik saja?"

"Bukan urusanmu!" dengus Myungsoo. Mengapa gadis ini selalu ingin ikut campur?

"Astaga!" seru Jiyeon terkejut. "Bagaimana bisa ini baik-baik saja? Kakimu terluka! Da... rah... Kakimu... mengeluarkan darah!" Gadis itu langsung berjongkok di hadapan Myungsoo guna melihat luka tersebut lebih dekat.

Itulah kali pertama Myungsoo melihat wajah sang gadis dalam jarak dekat. Meskipun suasana saat itu remang-remang, ia terkesima dengan wajah cantik Jiyeon. Rambut panjangnya yang tidak berwarna hitam menjuntai hingga ke punggung, mata indahnya membuat siapa pun yang melihat tak mau melepaskan pandang, hidung mancungnya berada pada posisi yang sempurna, dan bibir merah mudanya membuat Myungsoo bertanya-tanya apakah rasanya akan manis bila bibir mereka bertemu.

Tunggu, apa yang baru saja ia katakan tadi? Bibir? Manis? Myungsoo pasti sudah gila! Nyatanya, bibir cantik itu hanya dapat mengeluarkan ocehan yang tak berguna.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Jiyeon mendongakkan kepalanya untuk memandang Myungsoo dan bertanya.

Saat itulah Myungsoo langsung tersadar dari lamunannya. Bola mata keduanya sempat bertautan selama beberapa detik, hingga Myungsoo berdeham untuk mencairkan suasana yang canggung. "Sudah kubilang, ini bukan urusanmu!" Ia menutupi lukanya dengan kain bawahannya.

Jiyeon menolehkan kepalanya ke arah jeruji kayu dan berteriak, "Tolong! Ada orang yang terluka di sini! Apakah ada orang di luar? Siapa pun..."

"Tak bisakah sedetik saja kau tidak berteriak? Ini sudah malam! Kau berisik sekali!" keluh Myungsoo yang sejak tadi merasa terganggu. Kondisinya sedang tidak baik dan gadis ini memperburuknya dengan semua teriakannya yang cempreng.

Sang gadis kembali mendekati Myungsoo. "Jika dibiarkan terus terbuka, lukamu akan infeksi. Kau bahkan tidak melakukan pertolongan pertama pada lukamu ini," ucap Jiyeon sambil mengamati luka di pergelangan kaki kiri Myungsoo.

"Infeksi? Pertolongan pertama?" Myungsoo mengerutkan keningnya. Kosakata itu terdengar asing di telinganya. "Apakah itu bahasa baru dari Yuan?"

"Mwo?" Jiyeon mendecakkan lidahnya, tapi begitu mengingat bahwa kini dirinya berada di Goryeo, seribu tahun lalu, ia mengurungkan niatnya untuk menggurui Myungsoo. "Sudahlah, kalaupun dijelaskan, aku tidak yakin kau akan mengerti."

Jiyeon berdiri dan menepuk dadanya seraya berkata dengan bangga, "Tenang saja, ketika SMA, aku bergabung dengan klub PMR. Jadi, tidak akan terjadi malpraktik di sini."

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now