"S@#$^&*?!!" (Terjemahan: Sekarang, apa yang harus kita lakukan?)
"Aku juga tidak tahu! Kenapa melihat ke arahku?!" balas Myungsoo sewot. Herannya, ia bisa memahami kalimat Jiyeon dengan baik walau disumpal oleh kain kotor yang bau.
"MRGH*&^%$#@!!!" (Terjemahan: Kenapa marah-marah? Kita kan bisa memikirkan ini bersama!!!)
"Lagipula, kenapa kau berlagak seperti pahlawan padahal tidak bisa apa-apa?!" Myungsoo menyandarkan punggungnya pada kursi dengan gerakan kasar.
Berbeda dari Myungsoo yang memilih untuk mengisi waktu dengan berdebat, Siwan justru merenung dengan kepala tertunduk. Para penculik itu pasti sedang berjaga di luar sekaligus menunggu 'keputusan' mereka.
"Mengapa mereka hanya memberikan waktu 15 menit?? Memangnya itu cukup apa?!" cerocos Myungsoo. Kalau memang harus ada yang mati di antara mereka, lima belas menit takkan cukup untuk berpamitan. Terlebih setelah pedebatan panasnya dengan sang kakak saat di istana tadi.
Siwan mengembuskan napas panjang. Bagaimana bisa mereka berakhir di sini? Meskipun tak ingin, ia harus mengakui bahwa lagi-lagi ibundanya benar. Kwanghee dan Dongjun memang harus selalu berada di dekatnya untuk mencegah hal-hal seperti ini terjadi.
"GRH@#$%^&*?" (Terjemahan: Sekarang bagaimana?) Jiyeon bertanya kepada dua pangeran di depannya seraya menggesekkan pergelangan tangannya guna melonggarkan ikatan.
"Jangan terlalu banyak bergerak, Jiyeon. Kulitmu akan terluka dan kau akan cepat lelah," kata Siwan pelan. Ia sudah merasakannya, kulitnya tergores saat berusaha melepaskan diri dari ikatan kuat tali tambang itu dan staminanya berkurang. Sejak tadi Siwan mencegah dirinya agar tidak lelah karena itu berarti ia takkan bisa berpikir dengan jernih. Bahaya.
Jiyeon pun langsung kalem setelah mendengar perkataan Siwan. Kepalanya tertunduk menatap kedua kaki yang terikat dengan miris. Seakan terlempar ke Goryeo belum cukup, kini ia harus diculik juga? Wah, hidupnya memang sudah seperti drama saja!
"M*&@#$%^*(%" (Terjemahan: Maafkan aku, seharusnya aku melapor bukannya malah berlari ke sini...)
Selain takut dihukum, Jiyeon juga khawatir penculik itu akan benar-benar menghilang tanpa jejak jika tidak segera dibuntuti.
"Tidak apa-apa, Jiyeon. Ini bukan salahmu," ujar Siwan lalu mengembuskan napas, entah sudah yang ke berapa kalinya ia melakukan itu.
Lho? Siwan juga paham apa yang diucapkannya? Jiyeon cukup terkejut mendapati bahwa kedua pangeran itu memahami perkataannya tanpa perlu diulang. Baguslah, berarti kain bau ini tidak menghalangi komunikasi mereka.
"Myungsoo, maafkan aku."
Wang Soo terkejut dengan pernyataan maaf dadakan itu. Tidak hanya itu, ia juga tercengang karena Siwan memanggilnya dengan nama lahirnya. Sesuatu yang sangat jarang ia dengar. Di istana, memanggil dengan nama lahir termasuk salah satu hal yang dibatasi.
"Tidak seharusnya aku marah kepadamu saat itu," lanjut Siwan pelan. "Seharusnya, aku juga berusaha memahami perasaanmu."
Eh? Pembicaraan apa ini? Mengapa topiknya berubah? Jiyeon bingung dengan pergantian topik yang tiba-tiba itu. Di sisi lain, ia juga tak mengerti dengan pembahasan mereka. Ah, apakah mereka melanjutkan pembicaraan di istana tadi?
Sebelum keduanya diculik, Jiyeon sempat melihat dari kejauhan mereka sedang bertengkar. Entah apa yang dibahas, tapi Siwan dan Myungsoo sudah sampai pada tahap saling menarik kerah baju. Pertengkaran antarsaudara memang bukanlah hal yang mengherankan, tetapi jika ini adalah keluarga kerajaan, permasalahannya pasti lebih pelik.
YOU ARE READING
I Love You For A Thousand Years
Fanfic"I have loved you since a thousand years ago. I love you for a thousand years. And I will always love you for a thousand more." "You of all people must have known that I always get what I want. No matter if it takes a thousand days or a thousand yea...