Chapter 27

134 38 83
                                    

Wanita itu berjalan pincang, kaki kirinya menyeret kaki kanan. Rambut hitam dengan beberapa helai uban itu tidak diikat serapi biasanya. Pakaian putih yang dikenakannya kotor, ada bercak darah di bagian bawah rok.

Jiyeon memejamkan mata selama beberapa saat ketika melihat pemandangan tersebut. Itu bisa saja menjadi nasibnya apabila Dayang Soh tidak mengorbankan diri.

"Jiyeon? Kenapa kau di sini?" tanya Dayang Soh dengan suara serak saat berdiri di hadapan gadis itu. "Bukankah ini waktunya kau menyiapkan teh untuk Gongju Mama?"

Gadis itu mengupayakan seulas senyum, tak ingin terlihat sedih di depan wanita yang telah menyelamatkannya. "Aku ingin mengantar Mama-nim. Tuan Putri sudah mengizinkanku."

Jiyeon menundukkan kepala usai mengatakannya. Ia tahu Injung begitu ingin berpamitan dengan Dayang Soh untuk yang terakhir kalinya, tapi gadis itu tidak sanggup melangkah keluar dari kediamannya. Sang putri tak berhenti menangis dan akhirnya Jiyeon berangkat sendiri menuju area kurungan untuk mewakili majikannya.

Soh menepuk pundak kanan Jiyeon lalu berjalan mendahului, menjauhi area penjara yang telah menjadi kamarnya selama 2 hari belakangan ini. "Tidak perlu repot-repot. Aku hanya mantan dayang yang diusir dari istana. Kau tidak harus melakukan ini untukku."

Namun, tentu saja Jiyeon tidak mengindahkan perkataan tersebut. Disusulnya Dayang Soh dan dengan inisiatifnya, ia mengunci lengan dengan wanita itu guna membantunya melangkah. Soh menepuk lengan gadis itu dengan senyum lalu keduanya pun berjalan beriringan menuju gerbang istana.

Sepanjang perjalanan, Jiyeon menyadari bahwa ketika para dayang junior melewati mereka, tidak ada lagi yang membungkuk untuk memberi hormat kepada Soh Sanggung. Hal itu sungguh mengusik Jiyeon, rasanya ia ingin berteriak untuk menyatakan bahwa pelaku sebenarnya bukanlah Dayang Soh. Wanita itu tidak pantas diperlakukan seperti ini.

"Jangan lupa apa yang pernah kuberi tahu kepadamu dulu," ujar Soh membuka percakapan. "Minuman untuk Yang Mulia Putri tidak boleh terlalu panas, tapi jangan dingin. Suhunya harus pas untuk diteguk beberapa saat setelah diletakkan di meja."

"Ye, Mama-nim."

Dayang Soh menyambung kalimatnya. "Gongju Mama tidak suka makanan yang terlalu manis ataupun terlalu pahit. Kau harus mencicipnya sebelum menyajikan. Jangan coba-coba menyediakan makanan pedas, Mama tidak menyukainya. Jangan pula memberi makanan yang terlalu berminyak, ya?"

Jiyeon mengangguk dalam diam.

"Oh iya, kulitnya mudah gatal kalau memakan kacang, perhatikan baik-baik untuk itu. Ada beberapa jenis kacang yang aman dikonsumsi Tuan Putri, tapi ada juga yang cukup berbahaya. Kau harus pergi ke dapur istana untuk meminta daftarnya. Mereka punya semua catatannya," lanjut Soh Sanggung.

"Aku mengerti."

Dalam tiap langkah yang mereka ambil, Dayang Soh selalu menyisipinya dengan wejangan terkait kebutuhan sehari-hari sang putri. Tentu ia harus memastikan Putri Injung akan baik-baik saja tanpa kehadirannya. Sesekali, diliriknya gadis di sampingnya ini.

Gadis yang begitu ceroboh, kerap membuat kesalahan, rutin dihukum, dan sering kali bikin pusing. Siapa sangka Soh justru akan memercayakan Injung kepada dayang itu?

Bagi Jiyeon, perjalanan itu terasa sangat singkat. Tiba-tiba saja, gerbang istana barat sudah berada di hadapan mereka. Empat orang prajurit berpedang berjaga di sisi kanan dan kiri, menghadap ke arah kota.

"Sampai sini saja," kata Dayang Soh dengan lembut.

Jiyeon menggigit bibir. "Maafkan aku, Soh Sanggung Mama-nim..."

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now