Chapter 17

452 72 72
                                    

Butuh beberapa detik bagi Jiyeon untuk tersadar dari keterkejutannya. Gadis itu langsung menggelengkan kepala dan menyipitkan mata. Dua orang penculik tadi sudah menghilang bersama dengan Wang Lim dan Wang Soo. Jiyeon buru-buru keluar dari tempat persembunyiannya dan berlari ke TKP.

Bersih! Tidak ada bukti apa pun yang dapat digunakan untuk membuktikan penculikan itu. Bukankah tadi para penculik itu membidikkan beberapa anak panah? Mereka mengambilnya lagi? Pintar! Keduanya pasti merupakan penculik professional yang sengaja disewa untuk menculik para pangeran dari istana. Bayangkan, dari istana!

Jiyeon hendak berteriak meminta tolong, tetapi tidak ada orang di sekitar sana. Tempatnya menyapu tadi adalah salah satu sudut istana yang paling sepi. Tunggu dulu, kenapa Wang Soo dan Wang Lim datang ke tempat ini kalau begitu? Urusan apa yang membuat dua pangeran itu rela berjalan jauh ke mari hingga berakhir diculik?

Sang gadis berpikir untuk melaporkan hal ini kepada Injung, tetapi mengingat bahwa statusnya sebagai saksi mata saat peristiwa penyerangan bulan lalu membawanya ke posisi ini, Jiyeon enggan. Masih untung ketika itu Jiyeon hanya dijadikan dayang, kalau dilempar ke penjara bagaimana?

Pada akhirnya, gadis itu memutuskan untuk mengikuti jejak para penculik sebelum mereka semakin jauh. Dalam setiap langkah yang diambilnya, Jiyeon memanjatkan doa. Otaknya terus berputar memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan kedua pangeran.

Huaa... Kenapa juga sih dia harus menyaksikan penculikan itu?

~~~

Matahari berada sejengkal di atas kepalanya, tetapi itu tidak menghentikan langkah kaki Mino menuju istana. Raja belum mengirimkan gulungan titah ke kediaman keluarganya, itu berarti tugas resminya sebagai pejabat istana belum dimulai. Namun, tujuang kedatangannya bukanlah untuk urusan pekerjaan.

Injung.

Sang putri adalah alasan utama Song Mino mengunjungi istana pada siang hari yang terik ini. Untunglah, dengan jabatan ayahnya ia diperbolehkan masuk oleh penjaga gerbang walau tidak membawa tanda pengenal seorang pegawai istana.

Lelaki itu terkejut medapati orang yang dicairnya sedang berjalan di luar wilayah istana dalam. Apa yang sedang ia lakukan? Mau ke mana? Tak ingin rasa penasarannya semakin membesar, Mino pun menghampiri sang putri.

Awalnya, Injung tidak mengenali pria yang sedang berjalan ke arahnya, tetapi setelah melihat perban di lengan yang ditekuk dan dibalutkan ke pundak itu, ia tahu. Sang putri langsung membanting stir dan keluar dari jalur setapak itu agar tak harus berpapasan dengan si pria.

Sungguh disayangkan, Mino bergerak lebih cepat dan berdiri di hadapannnya. "Gongju Mama."

Injung sudah akan melengos pergi saat lelaki itu menghadangnya, tetapi gara-gara etika istana, ia tak bisa mengabaikan orang yang telah memberikan salam hormat kepadanya. Gadis itu pun mengangguk singkat.

Sadar bahwa sang putri di depannya ini ingin buru-buru pergi, Mino langsung berucap, "Aku sudah menerima bingkisan yang Tuan Putri kirimkan hari ini."

"Baguslah." Hanya itu komentar yang dilontarkan Injung.

"Itu saja?" tanya Mino menagih seraya melangkah ke kiri untuk menutupi jalan sang putri.

Injung mengerutkan kening dan menatap lelaki itu tajam. "Apa yang kau lakukan? Kau berani menghalangi jalanku?"

Itu jelas pelanggaran di istana dan Mino menyadarinya dengan baik, tapi ia tak datang ke mari hanya untuk mendengar jawaban sinkat tersebut dari mulut sang putri.

"Maafkan kelancanganku, Yang Mulia. Tapi aku ingin bertanya apakah tidak ada yang ingin Tuan Putri sampaikan kepadaku dengan mengirim jubah ini." Mino mengangkat sebuah bingkisan.

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now