"Jiyeon. Dia sudah tidak ada di sini."
Kaki kanannya menapak undakan pertama menuju gazebo tempat sang ratu mengirimnya malam itu, tapi ketika mendengar namanya disebut langkahnya terhenti begitu saja. Itu suara Wang Soo.
"Sejak awal, dia bukanlah seseorang yang berada di dunia yang sama dengan kita. Tempatnya bukan di istana ini."
Kedua tangannya mencengkram ujung nampan dengan kuat. Ia tidak menyangka kalimat itu akan menyesakkan dadanya. Mengapa rasanya sesakit ini? Memang itu yang seharusnya mereka lakukan, bukan? Melupakannya.
Namun, mungkinkah bukan itu yang sebenarnya Jiyeon inginkan?
~~~
Wang Soo sama sekali tidak bisa membaca tatapan mata sang gadis. Dua tahun tidak bertemu dan ekspresi itulah yang ia dapat? Tidak bisa. Dia harus berbicara empat mata dengannya.
Wang Soo mengubah cengkraman tangannya menjadi sebuah tarikan paksa untuk keluar dari gazebo itu, mengabaikan tamu undangannya yang masih duduk di meja makan.
Ini pertemuan pertama mereka. Wang Lim akan membiarkannya. Ia yakin, sang adik juga memiliki banyak hal yang ingin dibicarakan dengan gadis itu. Pangeran sulung itu mengalihkan pandang ke arah langit, berusaha menepis segala skenario yang akan terjadi jika Wang Soo dan Jiyeon berdua.
"Wangja-nim, tolong lepaskan aku! Semua orang di sana memperhatikan!" desis Jiyeon dengan suara pelan tapi tajam. Ia kesulitan mengikuti langkah besar Myungsoo yang membawanya dengan tergesa ke sudut istana yang sepi.
"Tidak sebelum kau menjelaskan semuanya," jawab Myungsoo sambil melepas tangan gadis itu lalu berbalik badan.
"Apa yang harus kujelaskan?" tantang Jiyeon.
Myungsoo langsung menyerbunya dengan ratusan pertanyaan yang hinggap di kepalanya dalam tiap langkah yang diambilnya sejak dari gazebo.
"Bagaimana bisa kau berada di istana? Terlebih, bagaimana bisa kau bekerja di bawah Omamama? Dari mana saja kau? Ani... di mana kau bersembunyi selama ini? Mengapa kau pergi mendadak malam itu? Dan apakah..."
"Bukankah Wangja-nim telah menganggapku sebagai seseorang yang tidak pernah ada?"
Jiyeon tidak menjawab dan tak juga membiarkan pertanyaan tersebut semakin menumpuk.
Mulut Myungsoo terbuka, tapi ia tidak bisa menemukan kalimat yang pas untuk mengelak.
"Teruslah seperti itu. Lakukan apa yang Wangja-nim harus lakukan. Aku akan melakukan apa yang harus kulakukan. Dan sekarang, aku harus bekerja."
Melihat gadis itu sudah akan angkat kaki, Wang Soo pun membentak. "Mengapa kau kembali ke istana?!"
Emosinya membludak. Bertemu dengan Jiyeon lagi setelah dua tahun mencampuradukkan perasaannya. Rindu, marah, bingung, takut, cemas... Semua perasaan itu bercampur menjadi satu dan mengambil alih kontrol dirinya.
"Apa aku tidak boleh kembali ke istana?" balas Jiyeon sambil mendongakkan kepala, berbanding terbalik dengan Myungsoo.
Melihat respons sang gadis, Myungsoo semakin marah dan menyemburkan kata-kata yang ia sesali sedetik setelah dikeluarkan dari mulutnya. "Tidak seharusnya seperti ini! Kau merusak rencanaku!"
Tadinya, Wang Soo mengajak sang kakak makan malam untuk memberi tahu Wang Lim secara formal bahwa ia ingin dan akan menjadi putra mahkota. Ia tidak bermaksud melangkahi kakaknya dalam perihal suksesi tahta, karenanya Myungsoo ingin mengabari secara langsung sebelum orang lain melakukannya dan menambahkan bumbu-bumbu tak sedap untuk mengadu domba.
YOU ARE READING
I Love You For A Thousand Years
Fanfic"I have loved you since a thousand years ago. I love you for a thousand years. And I will always love you for a thousand more." "You of all people must have known that I always get what I want. No matter if it takes a thousand days or a thousand yea...