"Wangja-nim!" seru Howon yang terkejut melihat Wang Soo berjalan gontai ke arah kediamannya. Bukankah tadi tuannya pergi keluar, menerobos hujan dengan membawa payung? Sekarang, ke mana payung itu? Howon yang memang sejak tadi menunggu kedatangan Wang Soo di paviliun milik sang pangeran langsung menuruni tangga dengan cepat setelah menyambar sebuah payung. Ia baru membuka payung tersebut begitu sudah menghampiri Wang Soo dan menaunginya dengan benda itu.
"Wangja-nim, apa yang terjadi?" tanya Howon bernada khawatir. Pasalnya, ia sudah merasa gelagat aneh sang tuan ketika Wang Soo tiba-tiba berkata ingin keluar di tengah hujan dengan sebuah payung. Seingat Yi Howon setelah mengenal Wang Soo bertahun-tahun, sang pangeran sangat tidak suka kehujanan. Selain untuk memenuhi panggilang sang raja atau ratu, Wang Soo tidak akan pernah melangkahkan kakinya keluar dari kediamannya kala hujan turun.
Namun, apa yang terjadi beberapa saat lalu membuat rasa penasarannya membuncah. Sang pangeran bahkan menolak ketika ia berkata akan mengikuti dan memegangi payung untuknya. Howon tidak salah dengar, jelas-jelas Wang Soo memberikan perintah kepadanya untuk tetap di kediamannya sampai ia kembali. Jarang sekali Wang Soo mau melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Apa alasannya? Apa yang bisa menggerakkan seorang Wang Soo untuk melakukan itu?
"Howon-ah..." gumam Myungsoo dengan pandangan kosong dan wajah yang tak bersemangat. Ia tidak memedulikan tubuhnya yang sudah basah kuyup dan tidak melangkah maju lagi menuju kediamannya agar tak kehujanan.
"Ya, Yang Mulia?"
"Apakah gadis yang sudah berciuman dengan seorang lelaki boleh berpelukan dengan laki-laki lain?"
Ah... mungkin pertanyaan yang lebih tepat bukanlah 'apa' melainkan 'siapa.' Howon menatap sang pangeran. "Hamba tidak bisa menjawabnya, Yang Mulia."
Setelah mendengar itu, barulah Wang Soo menoleh dan memberikan atensinya kepada Howon. "Jawaban macam apa itu? Selama ini kau selalu bisa memberikan jawaban untuk segala pertanyaanku. Itu adalah salah satu tugasmu, Yi Howon. Jawablah pertanyaanku."
Howon menunduk sejenak, membiarkan guyuran air hujan yang semakin deras membasahi tubuhnya. Ia memang membawa sebuah payung, tapi tentu saja payung itu diperuntukkan kepada sang pangeran. Howon hanya bertugas untuk memeganginya agar tuannya tidak lagi kehujanan. "Jika gadis itu tidak memiliki hubungan apa pun dengan laki-laki yang berciuman dengannya, maka hamba rasa tidak ada salahnya jika dia berpelukan dengan lelaki lain."
Myungsoo mendengus. Itu bukanlah jawaban yang ingin didengarnya. Namun ia tahu, dengan kesetiaan Howon yang setinggi langit, ia memang selalu memberikan jawaban yang sesungguhnya, bukan jawaban yang ingin Myungsoo dengar. Sayang sekali, untuk saat ini, emosi dan pikiran Myungsoo tidak bisa menerima jawaban semacam itu. "Itu tidak masuk akal. Bukankah jika mereka sudah berciuman berarti gadis itu sudah dimiliki oleh lelaki yang menciumnya?"
"..." Howon semakin bingung bagaimana harus menjawabnya. Pasalnya, ia bukanlah pakar cinta. Selama ini, hidupnya selalu didedikasikan untuk melayani satu orang, yakni Wang Soo. Hal-hal seperti cinta, kasih sayang, atau menjalin hubungan belum pernah melintasi pikirannya. "Hamba rasa, bukan seperti itu cara seorang lelaki dan perempuan memulai sebuah hubungan, Yang Mulia. Untuk bisa memiliki dan dimiliki, bukankah mereka harus saling memiliki perasaan yang sama?"
Myungsoo mengerutkan keningnya, tidak mengerti dengan penjelasan Howon karena memang dirinya tak pernah mengalami hal seperti itu. "Apa maksudmu?"
"Wangja-nim, tampaknya ini bukanlah topik bahasan yang tepat untuk dibicarakan. Bagaimana jika Yang Mulia masuk dulu dan mengeringkan tubuh?" Howon berusaha mangkir dari kewajiban menjawab pertanyaan Wang Soo.
YOU ARE READING
I Love You For A Thousand Years
Fanfiction"I have loved you since a thousand years ago. I love you for a thousand years. And I will always love you for a thousand more." "You of all people must have known that I always get what I want. No matter if it takes a thousand days or a thousand yea...