Chapter 43

104 25 26
                                    

"Jiyeon, kau harus tahu bahwa satu-satunya hal yang mencegahku melakukan semua yang terlintas di benakku saat ini adalah fakta bahwa kita sedang berada di kediaman mendiang ibuku. Karena itu, berhentilah memprovokasiku."

Gadis itu tidak tahu bahwa menelan ludah bisa sesulit ini rasanya.

Wang Soo mengembuskan napas beratnya sambil menunduk untuk menurunkan pandangannya dari wajah Jiyeon yang hanya berjarak beberapa senti dari posisinya.

"A—aku kan tidak melakukan apa-apa..." lirih Jiyeon membela diri.

Ia bukan anak yang baru lahir kemarin, dirinya tahu apa yang dimaksud sang lelaki. Oleh karenanya, Jiyeon bahkan kini mengatur deru napasnya agar tidak memprovokasi pangeran itu lebih jauh.

"Jika ada yang memergoki kita sekarang, coba bayangkan skandal apa yang akan tersebar di istana," bisik Wang Soo di samping telinga sang gadis. "Bayangkan jika ini terjadi setelah kau menikahi kakakku. Seorang putri mahkota dan adik iparnya berdua saja di bangunan yang sudah tak terpakai. Itu terdengar panas."

Jiyeon langsung mendelik sewot. Tatapannya sudah cukup untuk menghentikan lelaki itu membahas lebih lanjut topik tersebut.

Myungsoo menurunkan tangan kanannya dari jendela kayu dan mengusap rambutnya ke belakang sambil memikirkan topik pengalih. Sial, bibir manis gadis itu pengalih perhatian yang sempurna. Myungsoo menggeleng cepat, menepis ide yang baru saja muncul untuk menyentuh bibir tersebut.

"Kau luar biasa, Jiyeon. Tadi malam bersama kakakku dan sore ini dalam posisi begini denganku."

Gadis itu mendongak, tentu saja ingin memberikan klarifikasi atas situasi tadi pagi. "Apa yang Wangja-nim bayangkan tidak pernah terjadi. Kami hanya minum. Seja Jeoha memanggilku untuk menemaninya malam itu karena sedang tertekan atas situasi politik saat ini."

"Memang apa yang kubayangkan?"

Pasang mata keduanya bertatapan.

"La—lalu aku ketiduran," lanjut Jiyeon gugup.

"Di ranjangnya."

Jiyeon tergagap untuk menanggapi. Mulutnya terbuka untuk memberi penjelasan lebih, tapi dirinya sendiri juga tak bisa mengingat bagaimana dia bisa sampai ke kasur putra mahkota.

"Tidak terjadi apapun!" Gadis itu bersikeras, bahkan hampir meninggikan suaranya di akhir kalimat.

"Aku tahu," balas Wang Soo kemudian melarikan telunjuk kanannya yang ditekuk ke batang hidung Jiyeon yang mancung.

Sang gadis mengedip beberapa kali, bingung dengan maksud dari gestur itu.

"Ka—kalau sudah tahu, kenapa repot-repot mendengar penjelasanku?" gerutunya.

Wang Soo menurunkan tangan kirinya kali ini kemudian mengedikkan bahu. "Lucu saja melihat wajah bingungmu saat menjelaskannya."

Kedua alis Jiyeon terangkat bersamaan. Apa benar lelaki di hadapannya ini adalah Wang Soo? Biasanya dialah yang akan menuntut penjelasan sambil mencak-mencak. Sungguh, kalau begini ia justru tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Selain itu, menyenangkan rasanya mengetahui bahwa kau merasa perlu menjelaskan perihal ini kepadaku." Wang Soo berbisik santai seraya menampilkan senyum miring.

Jiyeon mendengus, merasa dipermainkan. Kartunya terbuka bahkan tanpa disadarinya. Gadis itu pun menyipitkan kedua mata dan melipat lengan di depan dada.

I Love You For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now