Rembulan sudah berkuasa, jutaan bintang setia menemaninya. Namun, pada malam yang pekat itu, Injung masih belum bisa memejamkan mata. Sang gadis duduk di kursi dengan tangan yang mengepal di atas meja. Pikirannya kembali pada kunjungan Song Mino siang tadi, tepatnya pada apa yang dikatakan lelaki itu.
Soyeon tahu ia tidak bisa meremehkan lelaki ambisius seperti Mino, tapi dirinya sama sekali tak menyangka bahwa dari sekian orang, Song Mino berhasil mengetahui dalang insiden peracunannya.
"Kau yang melakukannya, Gongju Mama."
"Aku?"
Mino menatap lurus puan di hadapannya tanpa ragu. "Kau bekerja sama dengan dayangmu untuk membuatnya terlihat seperti kau telah diracuni."
Injung mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Yang Mulia bahkan memilih tempat dan waktu yang sempurna. Festival panen rakyat. Siapa yang akan menyangka insiden naas itu akan terjadi pada hari yang begitu membahagiakan? Kau memastikan ratusan mata menyaksikanmu ketika meneguk minuman itu. Harus kuakui, itu adalah rencana yang brilian, Gongju Mama."
Injung menyipitkan mata, sadar tak ada gunanya lagi mengelak di depan putra perdana menteri. "Sejak kapan kau tahu?"
Mino menjawabnya dengan tenang. "Setelah asal-mula racun itu diumumkan, aku mulai menyatukan kepingannya. Yang Mulia mungkin sudah memperkirakan dayangmu akan ditangkap karena hal ini, tapi aku yakin kau tidak menebak bahwa para menteri akan menekan raja untuk mengeksekusi pelakunya."
Sang putri berusaha keras menahan amarahnya, ia tidak pernah seemosi ini sebelumnya. "Lalu, mengapa kau tidak langsung memberi tahu ayahmu atau ayahandaku tentang ini? Ke mana pun kau berkoar, kau akan diuntungkan."
"Yang Mulia benar." Mino menganggukkan kepala, sama sekali tak berusaha mengelak bahwa ia berniat mengambil keuntungan dari insiden tersebut. "Namun, aku terus berpikir pihak mana yang akan memberikan keuntungan terbesar bagiku."
Injung mendengus. Semua ini pasti terasa sangat menyenangkan bagi Song Mino, mempermainkannya seolah ia adalah seekor kelinci lemah yang tersudut.
"Tidak peduli berapa kalipun aku memikirkannya, baik raja maupun ayahku tidak bisa menawarkan apa yang kuinginkan. Jadi, aku akan memberikan penawaran itu kepada Gongju Mama."
Injung menutup wajahnya dengan kedua tangan, begitu frustrasi dengan situasi yang menimpanya saat ini. Pikirannya kembali berkelana, membawanya pada ingatan dua hari sebelum insiden, ketika ia akhirnya memutuskan untuk menggunakan racun itu.
"Jika ingin mengulur waktu, maka kita harus melakukannya. Singkirkanlah keraguan itu, Yang Mulia," ujar Jiyeon sambil mendekati Injung.
Sang putri menggeleng. "Risikonya terlalu besar. Aku bukan sedang memikirkan efek racun itu di tubuhku, tapi kau. Jiyeon, kau akan ditangkap karena ini. Aku tidak sanggup membayangkan penyiksaan apa yang akan mereka lakukan saat menginterogasimu."
Jiyeon menyentuh kedua tangan Injung dan menggenggamnya erat. "Apabila kita tidak mempertaruhkan sesuatu, kita takkan mendapatkan apa pun."
Injung paham betul. "Sesuatu" yang disebut Jiyeon adalah nyawa. Rencana berbahaya itu datang dari sang putri, tetapi si dayanglah yang meyakinkannya untuk benar-benar melaksanakannya. Pada malam itu, keduanya telah memutuskan untuk bersama-sama mempertaruhkan nyawa.
"Kalau begitu, berjanjilah kepadaku kau akan baik-baik saja. Apapun yang terjadi setelah ini, kau harus bertahan. Jangan menyerah. Kita akan melihatnya sampai akhir." Soyeon membalas genggaman tangan itu sama eratnya.
YOU ARE READING
I Love You For A Thousand Years
Fanfiction"I have loved you since a thousand years ago. I love you for a thousand years. And I will always love you for a thousand more." "You of all people must have known that I always get what I want. No matter if it takes a thousand days or a thousand yea...