31. The Facts

27.1K 1.1K 3
                                    

Pernikahan Darion dan Reanka sudah menginjak tiga bulan. Mereka berdua sudah sepakat untuk menjalani pernikahan seperti pernikahan pada umumnya, kecuali melakukan itu.

Rion juga memberinya uang bulanan, meskipun Rea tidak membutuhkannya tetapi Rion bersikeras memberikannya.

Bukan Rion namanya jika tidak meminta balasan. Dia menyuruh Rean untuk menyiapkan segala kebutuhannya setiap hari.

"Re.." selesai berpakaian Rion selalu meminta Rea untuk memasangkan dasinya.

Rea mengangguk sebagai balasan. Dia memposisikan dirinya di hadapan Rion. "Kamu mau pakai dasi yang mana?" tanya Rea

"Yang mana aja." jawab Rion

"Yaudah yang ini aja ya." putus Rea sembari menggenggam dasi dengan warna hitam polos.

"Hmm.." Rion mengangguk

Rea memasangnya dengan wajah serius, hal itu tak luput dari pandangan Rion. Sebetulnya Rion bisa memasangnya sendiri, tetapi entah mengapa ada perasaan senang jika Rea yang melakukannya.

"Re.." panggil Rion yang dibalas deheman oleh Rea "Aku udah ketemu pembunuh kedua orang tuamu." Rea membeku, wajahnya memucat.

"Aku kasih tahu nanti, gak ada waktu lagi sekarang, aku harus berangkat kerja." Rea hanya mengangguk lemah.

••••••••••••

Hari ini Rea mendapatkan banyak sekali pasien. Cukup melelahkan, namun bisa melupakan masalahnya sejenak.

Tiba-tiba saja Rion masuk dengan wajah dinginnya tanpa mengetuk pintu. "Kita perlu bicara."

Tok..tok..

"Ada pasien lagi Dok." kata seorang suster yang baru saja masuk

"Tunggu sebentar lagi oke, nanti saya ke sana langsung." ucap Rea yang diberi anggukan oleh suster tersebut "Baik Dok." balasnya

"Maaf aku nggak bisa sekarang. Kamu lihat sendiri kan aku lagi ada banyak pasien. Kalau kamu mau tunggu, yaudah, terserah kamu tunggu aja"

"Aku tunggu. Tapi jangan lama." jawab Rion dingin

"Iya"

Setelah Rea pergi, Rion melihat-lihat ke sekeliling ruangan. Ruangannya tidak terlalu besar tapi terasa sangat nyaman baginya.

Rion menyerngitkan dahinya ketika melihat pintu menyerupai lemari yang menempel di dinding. Karena rasa penasaran yang kian membucah, Rion pun membukanya

Ceklek....

Rupanya pintu itu adalah sebuah kamar tidur. Ia cukup kagum dengan fasilitas yang diberikan rumah sakit.

Seluruh badannya terasa sakit, Rion memutuskan untuk berbaring di atas tempat tidur.

Niatnya hanya berbaring sebentar saja, namun batal, rasa kantuk mulai menyerang Rion, ditambah lagi dengan aroma sandalwood yang Rion suka.

•••••••••

Rea berjalan terburu-buru ke ruangannya. Dia mengingkar janjinya tadi, seharusnya hanya beberapa menit saja menjadi lima jam. Bagaimanapun juga dia sudah siap terkena amukan Rion.

Rea masuk ke ruangannya, namun dia tidak menemukan keberadaan Rion. Rea masuk ke kamarnya, ternyata suaminya tertidur dengan wajah kelelahan.

Rea jadi merasa bersalah. Mau bagaimana lagi, pasiennya hari ini terus berdatangan, Rea tidak bisa menolak mereka.

Dia membenarkan letak selimutnya, membiarkan Rion beristirahat. Sementara Rea akan mengurus pekerjaannya yang lain.

Tiga jam kemudian, barulah Rion terbangun. "Udah bangun?" ucap Rea saat melihat Rion keluar dari kamarnya.

"Kenapa gak dibangunin?" tanya Rion dengan nada ketus

"Aku lihat tadi kamu kecapean, makanya gak aku bangunin," lalu Rea menundukkan kepalanya "dan maaf tadi aku telat." lirihnya

Rion tidak tega melihatnya. Rasa kesal dan marahnya menghilang begitu saja saat melihat Rea. "Hmmm.. lain kali begitu lagi, awas aja!" balas Rion dengan nada yang diketus-ketuskan.

Rea mengangguk "Kamu tadi mau bicara apa??" tanya Rea pelan

Rion menarik napasnya sejenak, lalu menghembuskannya "Ini.." Rion menunjukkan foto seorang pria yang tampak seumuran dengan ayahnya "Dugaanmu benar, dia yang udah bunuh orang tuamu."

Reaksi Rea sama seperti tadi pagi, dia diam membeku. "Dia saingan ayahmu. Kamu pasti tahu alasannya merencanakan semua hal itu." Rea mengangguk. Sudah pasti karena karena keserakahan dan keegoisannya.

"Dia kira setelah berhasil membunuh kedua orang tuamu, bisnisnya tidak punya saingan lagi, tapi nyatanya tidak, dia malah bangkrut." Rion lalu menatap Rea "Kamu memegang perusahaan dengan sangat baik, makanya semua rencananya gagal."

"Terus.. sekarang dia di mana?" tanya Rea pelan

"Dia bunuh diri setelah perusahaannya bangkrut." jawab Rion

Rea menunduk dan tangisnya pecah begitu saja. Sedari-tadi Rea sudah menahan air matanya.

Rion memberikan Rea waktu untuk menangis. Selama beberapa bulan ini dia memang sangat fokus mencari informasi tentang kecelakaan orang tuanya.

Orang itu sangat rapi dalam menutup semua bukti-buktinya, membuat Rion sedikit kesusahan ketika mencari.

Semua tujuan hingga mereka sampai di titik ini semuanya sudah tercapai. Mulai dari perusahaan Rion sudah kembali seperti semula berkat perusahaan Rea dan Rea yang sudah mengetahui fakta mengenai kecelakaan orang tuanya.

Sekarang buat apa mereka tetap dalam pernikahan. Inilah hal yang awalnya mau Rion bicarakan dengan Rea, mungkin dia urungkan dulu.

Rion mengerutkan dahinya, kenapa suara Rea tidak terdengar lagi. Ia meliaht ke samping, ternyata Rea pingsan.

"Re.." panggil Rion sambil menepuk pipinya pelan. Dia panik.

Rion keluar mencari pertolongan. Untungnya ada suster yang lewat "Sus.. tolongin istri saya di sana Sus" ucap Rion dambil menunjuk ke ruangan Reanka.

"Hahhh dokter Anka.." suster itu kaget "Baik Pak." dia langsung memanggil dokter dan juga suster-suster yang lain.

Saat Rea mau diangkat oleh dokter yang mau menanganinya, Rion langsung mencegahnya "Saya aja" cegahnya kemudian menggendong Rea

Rion membopong Rea ke tempat tidur pasien yang ada di ruangannya. Rea langsung dicek kondisinya.

"Tadi saya lihat pasiennya Dokter Anka banyak sekali Pak, makanya dia bisa sampai kecapean begini. Sekarang dia cuma butuh istirahat lebih banyak." jelas dokter pria itu

Rion merasa lega mendengarnya "Makasih." ucap Rion

"Kami semua permisi ya Pak"

"Permisi Pak" lanjut para suster yang lain.

___________________
__________

Tbc.......

Hostium (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang