11. Bully

31.2K 1.6K 16
                                    

"Woii... cupu"

Rea mendengar suara bising di belakang, dia berbalik untuk melihat siapa itu, Ternyata itu Rion dan dia langsung menariknya dengan kasar.

"Ikut gue!" ucap Rion

"Lepasin, kamu ngapain sih" ucap Rea sambil meronta-ronta, berusaha untuk melepaskan cengkraman Rion

Mereka menjadi pusat perhatian para siswa dan Rea risih dengan itu. Akhirnya, dia memilih untuk diam saat Rion menariknya agar tidak semakin menjadi pusat perhatian para siswa. Sesekali dia meringis akibat cengkraman Rion yang kuat.

Rion membawanya ke gudang, langsung menghempaskan tangan Rea.

"Kenapa lo nggak nyaut pas gue panggil?!"

"Atau lo nggak nyadar sama penampilan lo sendiri?!" sarkas Rion

"Jawab gue!!" bentak Rion pada Rea, tapi dia hanya diam sambil menunduk. Jujur saja Rion kali ini menyeramkan, Rea tidak berani menatap Rion.

"Gara-gara lo semua fasilitas-fasilitas gue disita sama nyokap gue!" bentak Rion

Rea bingung dengan sikap Rion yang berubah-ubah terkadang cukup baik, menyebalkan, dan terkadang pemarah. Dan Rea tidak pernah mengadu kepada Mamanya Rion tentang apapun, kenapa dia yang disalahkan.

"Aku nggak pernah bilang apapun ke Mama kamu" ucap Rea masih menunduk

"Nggak ada lo bilang?!! Jelas-jelas lo yang mau jadi guru privat gue pas Bu Tesa tawarin lo buat ngajarin gue, ya kan?!"

Rea yang mendengar pernyataan Rion barusan pun menatap pria itu dengan heran "Itu kan permintaan Bu Tesa, aku nggak bisa tola-" jelas Rea namun langsung dipotong oleh Rion

"Diam lo, gue nggak mau dengar alasan lagi"

"Asal lo tau," Rion memajukan langkahnya mendekatkan dirinya ke Rea, otomatis dia mundur ke belakang, "gue nyesel minta bantuan sama lo."

"Lihat aja, hidup lo nggak bakal tenang dari sekarang" bisik Rion lalu pergi meninggalkan Re sendirian di gudang yang gelap itu.

Di dalam hati, Rea memikirkan apa yang diucapkan pria tadi. Hidupnya yang tadinya tenang-tenang saja, menjadi sebaliknya hanya karena satu orang. Lagian bisa-bisanya Rion sampai semarah itu hanya karena semua fasilitasnya disita, toh hal itu terjadi juga karena salahnya sendiri.

Drttttt...

Drtttt.. , dering handphone Rea

Rea melihat siapa yang menelepon, ternyata itu bundanya. Rea menekan lingkaran bewarna hijau di layar ponselnya dan mendekatkan ke telinganya.

"Re..hiksss..hikss, kamu bisa izin pulang sekarang nak?" ucap Alana (Bunda Rea) sambil menangis tersedu-sedu

"Bunda dimana?" tanya Rea

"Bunda hikss.. di rumah sekarang"

Sesudah mendapat jawaban dari bundanya, Rea langsung berlari ke ruang guru untuk meminta izin. Dia mengenyapingkan masalah yang barusan terjadi ketika mendengar bunda menangis. Hatinya sakit, walaupun bunda tidak pernah memperhatikan Rea, tapi bunda tetaplah ibu kandungnya yang melahirkannya dan Rea tetap harus menyayangi bunda.

••••••••

"Bunda" seru Rea ketika sampai di rumah

"Kamu udah datang" ucap Rendra dingin (Ayah Rea)

Rea duduk di depan ayahnya dan mentap ke arah bunda yang sedang menangis.

Membuat dahi-nya berkerut, "Kenapa bunda sama ayah panggil Rea?" tanyanya dengan menatap ayahnya tajam.

"Saya ingatkan kamu, tidak usah memanggil saya ayah lagi!" bentak Rendra

Deg....

Rea mengerutkan dahinya "Ayah bilang apa?"

"Jangan pernah memanggil saya ayah lagi" tekan Rendra

Rea tertawa kecil "Bagus kalau gitu, ternyata anda udah sadar. Memang anda tidak pantas saya panggil ayah" ucap Rea dingin

Plakk.. tamparan di pipi Rea yang dia dapat dari ayahnya.

"Apa-apaan kamu menampar anakku!" balas Alana tidak terima

"Kalau kamu mau dengan perempuan itu, silahkan!!! Saya tidak melarang kamu bersama dengan dia. Tapi jangan pernah kamu menghina dan menampar anak saya!" timpal Alana yang tidak terima anaknya dihina dan ditampar.

"Kalau begitu pergi dari rumah saya, jangan pernah menginjakkan kaki kalian disini. Saya muak melihat wajah kalian berdua!!!" bentak Rendra

Tanpa mengucapkan apapun lagi Alana menarik Rea lansung masuk ke mobil, dan melajukan mobilnya, pergi dari rumah itu.

Di jalan, "Bunda hiksss... ayah jahat" ucap Rea tiba-tiba, menumpahkan air matanya yang sedari-tadi ia tahan.

Alana yang mendengar ucapan Rea pun ikut menangis kembali. Dia merasa bersalah kepada Rea karena dia harus menerima masalah seperti ini, dan dia juga tidak pernah memperhatikan anaknya sendiri sedari kecil. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya

"Maafin bunda ya nak" sesal Alana sambil mengusap kepala Rea untuk memberi ketenangan.

Mereka pergi ke rumah milik Alana yang sudah lama dia beli sebelum menikah dengan Rendra.

"Bun ini rumah siapa?" tanya Rea yang masih belum mengetahui siapa pemilik rumah yang lumayan besar ini.

"Ini rumah bunda nak" jawab Alana

••••••••••••••

Tbc...

Hostium (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang