39. Mendekat

30.3K 1.2K 2
                                        

Sudah sebulan lebih Rea tidak kunjung membalas pernyataan Rion. Sudah sebulan lebih juga, Rea semakin menjaga jarak dengan Rion. Walaupun Rion selalu mencoba untuk dekat dengannya, tetap ia berusaha menjauh.

Rea masih menyiapkan segala keperluan Rion. Seperti tadi malam, ia menyiapkan segala pakaian yang akan dibawa Rion untuk perjalanan bisnisnya ke luar kota hari ini.

Ya... akhir-akhir ini Rion sering melakukan perjalanan bisnis ke luar kota maupun ke luar negeri. Jadi tidak jarang bagi Rea untuk menyiapkan semua keperluannya.

Dia bangun pada subuh hari untuk menghindari Rion. Belum sempat Rea berdiri, dia tiba-tiba saja merasa sangat mual.

Tanpa berlama-lama, Rea langsung lari ke kamar mandi dan memuntahkan seluruh isi perutnya.

"Kamu kenapa??"

Deg...

Gawat, ini karena ia terlalu berisik, makanya Rion terbangun.

Rion berjalan mendekatinya. Lalu memijat tengkuk lehernya. "Udah.. aku gakpapa" Rea berusaha menepis pelan tangan Rion

Sedangkan Rion, raut wajahnya mulai terlihat khawatir. Ia jadi ragu buat meninggalkan Rea sendiri.

Rion tidak tenang jika harus meninggalkan Rea dalam kondisi seperti ini. Rion menelepon sekertarisnya "Halo, meeting saya besok bisa dibatalkan dulu tidak"

".........................."

"Ohh begitu ya." ucapnya dengan nada kecewa. Rion melihat ke arah Rea yang pucat.

"Nanti jemput saya jam sebelas"

"..............."

"Ya"

"Kamu nggak siap-siap?" tanya Rea dengan nada pelan.

Rion yang ditanya seperti itu, merasa sangat bahagia. Ia seperti diperhatikan lagi. Semenjak Rion mengakui perasaannya, Rea selalu bersikap cuek dan dingin kepadanya.

Ia tersenyum pada Rea "Kalau gitu aku siap-siap dulu ya. Kamu istirahat lagi aja" Rion sempat mencuri kecupan di pipi Rea sebelum beranjak pergi.

Rea tidak membalas apa-apa. Tapi anehnya, saat ini rasa mualnya menjadi sedikit berkurang.

••••••••••••••

Sekertarisnya sudah siaga di depan rumah. Rion tidak langsung pergi, ia tidak terlalu terburu-buru karena masih ada tiga jam lagi sebelum penerbangannya tiba.

Sekertaris Gabriel mendekatinya "Sepertinya kita sudah bisa berangkat sekarang Pak. Karena lalu lintas ke bandara pasti akan padat Pak."

Mau tidak mau Rion harus meninggalkan Rea sekarang juga. Ia berjalan ke kamar untuk berpamitan dengan Rea. Tadi istrinya itu tertidur saat ia sedang bersiap-siap.

"Hei.. Re," bisiknya "Aku pergi dulu ya" ucapnya sambil mengelus pelan wajah Rea

Rea yang mendengar itu buru-buru bangkit dari tempat tidur. "Kamu mau pergi sekarang?"

"Iya"

Rea mengikuti Rion dari belakang. Sampai di depan pintu, Rion berhenti sejenak. Ia memutar badannya menghadap Rea.

"Aku pergi ya" pamitnya sekali lagi "Kalau ada apa-apa telepon aku langsung." tegas Rion

Rea mengangguk "Hati-hati di jalan" Sebelum pergi, Rion menyempatkan diri untuk mengecup kening dan bibir Rean.


Cup

"Masuk aja sekarang. Nggak usah tunggu aku pergi. Takutnya nanti kenapa-kenapa. Soalnya wajah kamu masih pucat banget"

Rea menuruti perkataan Rion. Ia masuk dengan wajah pucatnya sembari berjalan menunduk.

Dengan berat hati ia naik ke mobil. Kenapa disaat sikap dingin Rea mulai mencair pekerjaannya menghalanginya.

•••••••••••••

Entah kenapa kepergian Rion kali ini membuatnya merasa kesepian.

Ia masih merasa mual dan beberapa kali muntah. Rea semalam tidak melakukan hal yang memicu gejala ini. Tapi ia ingat kalau akhir-akhir ini ia telat. Jangan-jangan...

Tanpa berlama-lama, Rea melajukan mobilnya ke apotek sekitar rumah untuk membeli alat tes kehamilan.

Sesampainya di rumah, Rea langsung menggunakannya. Ia menunggu hasilnya hingga beberapa menit. Kegugupan sudah melanda seluruh tubuhnya saat menunggu hasil.

Setelah beberapa menit Rea segera melihat hasilnya. Dan alat tes itu menunjukkan satu garis saja. Ia tidak percaya dengan hasilnya dilihat dari gejala yang ia alami. Rea menggunakan alat tes kehamilan yang lain untuk memastikan.

Dan untuk yang kedua ini, dua garis lah yang tertera di alat tersebut.

Jantung Rea berdegup lebih cepat dari sebelumnya. Kedua matanya mulai mengeluarkan air mata. Bukan karena marah ataupun menyesal, melainkan merasa terharu.

Tuhan telah memberikan kepercayaan padanya untuk mengandung sebuah janin di dalam perutnya. Sebagian permintaan orang tuanya juga telah tercapai.

Perihal Rion. Rea masih belum ingin memberitahunya.

_______________
________
TBC...

Hostium (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang