Chapter 10

1.7K 165 0
                                    

Aku menghela nafas kasar, menjatuhkan pulpen yang sejak tadi kuputar-putar di atas kertas yang sudah terisi catatan-catatan dari video yang sedang aku lihat pada layar iPad. Aku benar-benar mengikuti saran Kak Maryam waktu itu, meski khitbah atas diriku aku batalkan. Setidaknya dari situ aku mulai belajar berproses mempersiapkan diri.

Hal ini sebenarnya sudah rutin aku lakukan semenjak sebulan lalu. Dan inilah salah satu yang aku maksud, menggunakan waktu senggang untuk hal yang lebih berguna. Aku melirik jam di samping nakas tempat tidur. Rasa kantuk mulai menghampiriku sejak tadi, Mataku juga tersisa beberapa watt lagi untuk bertahan sembari menunggu Bunda dan Abah pulang. Aku menempelkan tanganku untuk menutupi mulutku yang menguap. Berfikir sejenak, apakah aku harus tidur atau menunggu orang tuaku pulang atau tidak.

"Mereka kan bawa kunci rumah," Gumam Ku sendiri. Aku pun memutuskan untuk tidur duluan. Aku membereskan meja belajar dari sisa-sisa kegiatanku barusan. Setelah itu, beranjak menuju kamar mandi sekedar untuk bersih-bersih sebelum tidur.

Tak butuh waktu lama, aku keluar dengan bekas sisa-sisa air diwajah. Aku berkaca sebentar pada meja rias yang nampak biasa saja. Sebenarnya itu bukan meja rias, karena disana tidak ada alat-alat make up, yang ada hanya sunscreen, face cream, liptin, juga beberapa masker wajah. Beberapa dari skincare itu pun jarang sekali aku gunakan, sebab tipe kulit wajahku ini tidak begitu bermasalah sekalipun aku tidak memakai skincare, Dan—ya! aku bersyukur akan hal tersebut. Sebab aku tidak perlu mengeluarkan banyak uang hanya untuk membeli banyak skincare.

Aku bergegas menuju tempat tidur dan langsung membanting badan yang berakhir aku dalam keadaan posisi tengkurap. Aku membenarkan kembali posisi badanku, lalu tak lupa sunnah- sunnah yang aku lakukan sebelum tidur-dan selesai. Terakhir, mencari posisi nyaman, dan setelah itu memejamkan mata.

Sayup-sayup aku mendengar suara deruan mobil di depan rumah dan pintu pagar yang di geser. Hal itu sudah dapat kupastikan Bunda dan Abah, karena sebelumnya Bunda memberi tahu kalau dia pulang di jemput Abah di rumah ibu. Karena saat itu aku sudah mengantuk berat, jadi aku memutuskan untuk lanjut memejamkan mata hingga tertidur pulas. Selang beberapa lama, pintu kamarku terbuka pelan diiringi suara Bunda yang memanggilku.

"Kak, Bunda bawa marta— Udah tidur ternyata," Ucap Bunda kala itu saat mengetahui aku sudah terlelap tidur. Bunda berjalan menghampiri sisi meja belajar untuk mematikan lampu utama di kamar, dan menyalakan lampu yang memang digunakan sebagai lampu penerang saat tidur di samping nakas dekat kasur. Bunda mengusap surai rambutku saat itu, juga membenarkan sedikit posisi bantal kepalaku.

🌵🌵🌵

00.00

Aku membuka mataku dengan berat hati, karena tiba-tiba saja aku mendapatkan panggilan dari kamar mandi alias kebelet buang air kecil. Dengan pandangan yang masih samar, aku bangun dari kasur lalu bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi dalam keadaan mata setengah terpejam.

"Aw!" Ringisku tatkala badanku bersinggungan dengan badan lemari.

Selang lima menit aku didalam kamar mandi. Aku keluar dalam keadaan sadar tetapi setengah mengantuk. Aku berjalan lesu kembali ke arah tempat tidur, kemudian duduk pada pinggirannya. Tanganku terjulur meraih gelas air yang selalu aku sediakan di atas nakas meja samping tempat tidur, agar aku tidak kehausan saat tengah malam. Tetapi saat aku angkat, gelas itu ringan. Aku lupa dan baru ingat, jika sebelum tidur tadi aku tidak mengisi air di dalam gelas itu.

Aku menyapu suraiku ke belakang. Mau tak mau, aku harus turun dulu untuk mengisi kembali air di dalam gelas tersebut di dapur, jika tidak, maka tenggorokanku akan terasa sakit saat bangun pagi nanti.

Aku melirik jam yang berada di atas nakas meja. Pukul tengah malam. Biasanya di jam-jam itu Abah sudah bangun, Pikirku. Aku pun beranjak berjalan ke arah pintu keluar kamar. Dan benar saja saat aku keluar kamar, lampu ruang tengah lantai dua rumahku menyala. Biasanya itu tanda, kalau Abah sudah bangun. Aku pun melanjutkan jalan menuju tangga turun. Satu persatu anak tangga kulalui.

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang