Chapter 23.2

1.4K 151 2
                                    

Aku mengeratkan jaket karena udara malam yang begitu dingin. Aku tidak berekspektasi sebelumnya jika malam hari suasana puncak sedingin itu. Untungnya, Kak Aidan mengingatkan aku untuk tidak lupa bawa baju berlapis saat camping. Kini aku terlihat tenggelam karena memakai pakaian berlapis tebal sebanyak dua layer.

Beberapa kali aku mengusap-usap tangan lalu kuarahkan ke arah api kecil di hadapanku agar terasa hangat. Mataku menatap ke arah depan yang nampak pemandangan city lights dari atas.

Meski begitu. Tetap di sekeliling terdapat kegelapan yang menyelimuti  pohon-pohon besar. Kadang melihatnya, sudah membuatku bergidik ngeri. Untung aku dan Kak Aidan tidak melakukan perkemahan solo. Jika tidak. Bisa-bisa aku parnoan setiap saat, apalagi malam hari.

"Gimana, enak camping?" Kak Aidan bertanya dengan nada menyindir saat memandangku yang sedari tadi asik mencium minyak aroma terapi di sekitar hidung, karena mendadak terserang flu.

Hidungku bahkan berubah merah, suaraku sedikit berbeda. Tubuhku sepertinya shock dengan suasana dan cuaca dingin.

"Enak. Tapi, kalo udah flu kayak gini jadi nggak enak. Kenapa aku aja yang flu kamu engga."Keluhku dengan suara bindeng.

Kak Aidan meletakkan gelas coklat panasnya. "Ini pertama kalinya buat lo. Kalau gue, karena gue udah beberapa kali camping jadi udah biasa aja." Sahut Kak Aidan memberikan satu gelas coklat hangat kepadaku.

"Awas panas," Katanya memberi peringatan.

Aku menerima dengan hati-hati gelas tersebut, "Memangnya bisa begitu?" Tanyaku memastikan

"Bisa aja, kenapa engga." Balas Kak Aidan enteng

Aku menatap Kak Aidan dalam-dalam. Menyadari aku menatapnya seperti itu, Kak Aidan terkekeh. "Lo trust issue sama gue?" Kini Kak Aidan yang giliran bertanya.

Aku mengedipkan mata berkali-kali lalu menggeleng. "Engga buka berarti iya. Habisnya, kadang Kakak suka jahil." Ungkapku dengan jujur sambil meminum sedikit demi sedikit gelas berisi coklat panas yang ada ditanganku.

Kak Aidan diam tak menjawab dalam beberapa detik. Hal tersebut tentu menarik perhatianku yang sebelumnya tengah fokus minum coklat hangat. Kini, justru Kak Aidan kutangkap tengah memperhatikanku.

"Kenapa?" Tanyaku spontan. Sejujurnya aku sedikit gugup saat ditatap Pria itu, tapi berupaya mungkin aku tidak menunjukkannya.

"Suka aja liat reaksi lo." Kak Aidan menjawab tiba-tiba. Tapi kenapa aku merasa setelah Kak Aidan memperhatikanku tadi, bukan ucapan itu yang ingin dia katakan.

Aku dan Kak Aidan sama-sama terdiam dalam beberapa detik. Suasana mendadak hening dan canggung. Aku bingung harus apa, haruskah aku yang memecahkan keheningan dan kecanggungan ini? Tapi aku tidak pandai.

Seketika aku merasa hidungku gatal—

hachi!!

"Masuk ke dalam sana," Pinta Kak Aidan.

Aku menggeleng, "Nggak mau. Kalo Kak Aidan nggak masuk, aku juga nggak masuk," Balasku enteng

Kak Aidan menaikan kedua alisnya sambil menarik satu garis lengkungan dibibirnya. "Perlu sekarang nggak masuknya?" Tanya Kak Aidan dengan nada menggoda

Mataku memincing tajam. "Nggak, nggak perlu. Aku tarik kata-kata yang tadi. Nanti aku masuk, tapi Kak Aidan harus main game 'jawab cepat' dulu,"Seruku.

"Gimana-gimana?" Balas Kak Aidan melirik ke arahku

 "Aku mau test seberapa pintar," Ujarku.

Kak Aidan mendengus pelan "Dasar random," Cibirnya.

Aku hanya tersenyum menanggapi cibirannya. "Jadi Kak, aku punya quiz that you should be a fast answer," Sambungku

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang