Chapter 14

1.6K 148 2
                                    

Akad nikah yang akan digelar setelah selesai ujian, ternyata bukan omongan belaka. Kak Aidan dan Om Abhimata benar-benar telah mempersiapkan semuanya, entah apalah yang membuat Ayah dan anak itu sangat terburu-buru melakukan semua ini.

Tapi, bersyukurnya yang di gelar hanya Akad nikah saja, karena akad pun sudah cukup untuk memenuhi syarat pernikahan yang sah. Jadi, kami tidak mengadakan resepsi setelahnya, cukup mengadakan syukuran kecil-kecilan. 

Dalam beberapa menit mendatang, acara ijab qabul akan dimulai. Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini. Sejak awal bangun tidur aku bahkan sudah merasa deg-degan. Dan kini aku merasa mual, sakit perut, gugup, panik, bahkan hingga saat ini tanganku basah karena berkeringat.

Semua yang kurasakan ini benar-benar diluar dugaan. Aku yang tidak berpikir bahwa aku akan mengalami hal seperti ini pada mulanya, tak disangka-sangka ternyata begini rasanya. Ini sangat menyiksa. Aku bangkit dari tempat duduk dengan raut wajah kesal, lalu berjalan mondar-mandiri sekedar untuk mengurangi apa yang kini sedang aku rasakan.

"Minum Ra, minum, biar nggak tegang." Celetuk Nayla

Ah iya. Aku lupa keberadaan gadis itu. Sebenarnya aku tidak sendiri sedari tadi dikamar. Sebab sejak awal Nayla menemaniku, dan kini gadis itu ikut merasakan apa yang aku rasakan. Lihat, dia sampai-sampai mencari informasi untuk mengatasi sindrom menjelang ijab qabul ini. Ya, aku menamakan gejala ini sindrom menjelang ijab qabul.

"Nggak mau, takut kebelet pipis. Makin ribet urusannya nanti," Sahut Ku

"Udah ketemu belum, sih?" Tanyaku melirik ke arah handphone Nayla karena penasaran sedari tadi melihat gadis itu lama sekali mengutak-atik handphonenya. 

Aku berjalan mondar-mandir ke sana ke mari seraya mengigiti kuku jari tangan dengan raut wajah gelisah. Pundakku menegang tatkala mendengar suara mic berdengung, berikut disusul suara Mc. Apa itu artinya akan segera dimulai acaranya?! Tidak, tidak boleh sekarang. Nafasku mendadak seperti tercekat saat mendengar suara mic berdengung.

"Suara Mic, suara mic, Ya Ampun gimana nih, udah mau di mulai. Huaaaaa Nayla gempa gempa gempa!" Seruku heboh.

Reaksi Nayla begitu mengejutkan dan diluar dugaan. "Hah gempa?!!" Nayla heboh dan panik. Gadis itu langsung menggengam tanganku pun bersiap membawaku keluar setelah aku berseru demikian. 

Yaelah lagi kayak gini masih bisa-bisanya ngelawak sih, Nay, batinku meringis bingung anatar ingin ketawa atau sedih setelah melihat reaksi Nayla.

Aku menggeleng saat Nayla menarik tanganku, "Naaay, bukan gempa bumi. Tapi ... Perasaanku keguncang denger suara mic. Aku panik, gugup, deg-degan" Jelasku. Nayla seketika terdiam.

"Ah? ... Ya Allah Rahil! Kamu—Astagfirullah. Ngomongnya jangan kayak gitu ih, nggak lucu, aku 'kan jadi ngira gempa beneran." Ujar Nayla kesal.

"Iya iya maaf, habis aku panik, acaranya mau dimulai," Ujarku merasa bersalah. Pikiranku melayang membayangkan apa yang terjadi di luar sana. Hatiku bergemuruh sangat hebat. Acara pembukaan akan di mulai

"Tenang Ra tenang, tarik nafas ..." Nayla dengan sergap menuntunku untuk menarik nafas, aku pun mengikutinya, menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan perlahan.

"Tarik nafas lagi ..." Sambung Nayla sembari pandangannya menatap ke layar handphone serta tangannya yang tak berhenti menscrolling.

"Sebentar, aku searching lagi." Ucap Nayla

Aku meremas gaun pernikahan yang tampak sederhana namun terkesan anggun saat di pakai. Sebuah gaun pernikahan syar'i yang dipilihkan oleh Bunda. 

"Nah! Ketemu Ra!" Seru Nayla

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang