Chapter 73

1.1K 104 15
                                    

Vote dulu sebelum baca. Spam komen 'Next' waktu usai.

Selamat membaca

Paguyuban besar terjadi pada malam harinya, antara keluarga pengantin Pria dan wanita. Semua membaur menjadi satu selepas acara selesai di salah satu private room berukuran hampir seluas aula pernikahan untuk mencoba saling akrab dan mengenal satu sama lain. Biasanya momen inilah yang menjadi kesempatan papa untuk menunjukkan jiwa social butterfly-nya.

"Hanya ada dua kemungkinan." Aku menunggu ucapan Kak Aidan selanjutnya. "Pertama, kesepakatan kerjasama. Dan yang kedua, memberikan investasi."

"Gimana caranya kita tau papa memilih salah satu dari dua kemungkinan tadi?" Bukannya membaur. Kami berdua malah asik diskusi perihal obrolan papa di sudut lain ruangan.

"Gampang. Tapi sebelum itu sedikit info untuk kamu. Yang sedang berbicara dengan papa itu adalah pamannya Tiara, sekaligus pengusaha manufaktur yang punya dua sektor bidang industri, yaitu produsen semen dan tekstil. Memang secara skala dan aset, belum begitu besar, dibandingkan perusahaan manufaktur ternama seperti milik Surya Wonowidjojo atau Salim group. Nah, biasanya papa suka perusahaan manufaktur yang masih tahap grow up untuk diajak kerjasama atau menanam modal di sana. Kamu perhatiin ini baik-baik." Aku manut, ikut mengarahkan pandangan ke arah papa.

"Kalau setelahnya papa berjabat tangan, udah pasti dapat rekan untuk menjalin kerjasama. Tapi, kalau papa menempuk pundak lawan bicaranya di akhir, kemungkinan mau menanam investasi." Kak Aidan menjelaskan. Aku memandangnya tidak yakin.

"Benar nih? Nanti aku udah perhatiin papa, tapi endingnya nggak ada satupun seperti yang kakak bilang, rugi dong."

"Ya kalau akhirnya nggak ada yang aku sebutkan tadi, berarti nggak ada apa-apa. Maknanya cuman sebatas obrolan aja." Aku mendengus sebal

"Atas dasar apa kakak punya asumsi kayak gitu?" Tanyaku

"Naluri sesama pebisnis," Jawabnya angkuh.

Aku melipat tangan di dada. "Bukan sok tau?" Aku meledeknya.

"Nggak ada yang sok tau dalam bisnis. Adanya ketidakakuratan."

"Sama aja. Intinya sok tau juga." Aku kekeh. Tangan Kak Aidan terjulur ingin mencubit pipiku gemas, tapi aku berhasil menghindar. Aku hanya tidak mau mengumbar candaan kami di tengah ramainya orang.

"Jangan sentuh. Tangan kakak kotor." Seperti biasa. Larangan bagi Kak Aidan adalah perintah baginya.

"Nih, kotor..." Dia hendak menangkup kedua pipiku.

"Jangan usil." Aku memperingati dengan tatapan tajam sambil menahan kedua tangannya

Seseorang menghampiri kami yang sedang berbincang di sudut ruangan. "Padahal yang pengantin baru siapa. Tapi yang asik berduaan malah pengantin baru edisi sudah tujuh bulan nikah." Itu Kak Fatur, sepupu Kak Aidan yang hari ini menikah.

Akhirnya aku dan Kak Aidan berpisah. Dia berkumpul dengan para Pria, sedangkan aku bersama para wanita dari keluarga Kak Aidan tentunya. Sebab aku kurang begitu bisa membaur dengan keluarga mempelai wanita.

Kak Tiara, mempelai wanita hari ini, sekaligus istri Kak Fatur, menarik tanganku untuk duduk di salah satu meja berbentuk lingkaran saat aku datang, yang mana di sana ada Tante Anjani, Tante Risma, Kak Tiara, dan ibu dari Kak Tiara, Tante Sumeyra.

"Kita lupa ternyata disini tuh masih ada pengantin baru juga. Nggak kalah lucu dan manis sama yang hari ini baru jadi suami istri." Itu celetukan Tante Anjani melirik aku

Aku memasang wajah sungkan.

"Asik banget aku lihat-lihat, Ra." Singgung Kak Tiara. Membuatku seketika langsung salah tingkah.

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang