Chapter 19

1.6K 160 4
                                    

Aku menggerakkan asal tanganku di atas kasur untuk mencari handphone yang sebelumnya aku letakkan tak jauh dari sisiku. Mataku menyipit tatkala kini benda persegi panjang itu ada ditanganku. Kemudian, aku tekan tombol power di sampingnya hingga menunjukkan layar kunci yang menyala di sana.

Berkali-kali aku mengerjapkan mata agar gambar di depan layar itu jelas di penglihatanku. Setelah semua jelas yang tertera di hadapanku, aku mengerutkan kening melihat layar kunci pada handphone, terutama saat melihat jam di sana.

14.50

Aku terdiam dan merenung sejenak.

1...

2...

3...

Mataku terbelalak kaget.

"Setengah tiga?!" Mataku menatap jam di layar handphone untuk memastikan lagi.

"Demi apapun! Belum solat zuhurr!" Seruku panik

Spontan menyadari hal tersebut aku langsung melompat dari atas kasur, lalu bangkit dan bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dan segara menunaikan solat zuhur yang sebentar lagi habis waktunya. Jangan ditanya seberapa pening kepalaku saat langsung bangun dengan cepat seperti itu.

Semua aku lakukan dengan terburu-buru. Dari mulai menuju kamar mandi, mengambil air wudhu, dan hendak memakai mungkena. Serta batinku yang terus berceloteh, supaya Adzan ashar belum berkumandang.

Beres memakai mungkena dengan sempurna meski harus terburu-buru, aku pun langsung menunaikan solat zuhur yang tertunda- sampailah aku pada salam terakhir. Dan secara bersamaan itu juga, adzan ashar berkumandang. Mendengar itu aku bernafas lega sambil terus beristighfar dalam hati.

Ini kalau sampai Abah tahu, habis aku kena wejangan. Apalagi kalau Bunda tahu, bisa-bisa dapat kajian ceramah mendadak satu jam'an lebih. Salahku juga setiap menempel dengan kasur bawaannya ingin tidur terus.

Kini perutku sudah mulai perih karena hampir tiga jam lebih aku belum mengisinya dengan apapun. Setelah ini, pasti akan tambah perih dan nyeri jika aku tidak segera makan. Saat itu pas sekali adzan selesai. Aku tanpa berlama-lama pun langsung melaksanakan perintah wajib itu.

Setelah beres mengerjakan solat zuhur dan ashar. Aku langsung buru-buru keluar kamar tanpa melepas mungkena yang kupakai. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Terasa kosong seperti ditinggal penghuni, pikirku saat melihat keadaan apartemen sepi.

"Kemana dia?" Gumamku saat tidak melihat Kak Aidan seraya melangkahkan kaki menuju mini cooking stand.

Aku meringis tatkala asam lambungku kambuh. Aku berjalan ke arah lemari pendingin dekat mini cooking stand untuk melihat isi didalamnya, barangkali ada sesuatu yang bisa aku makan.

"Seriusan nih?Air putih dingin sama es batu doang?" Aku menatap datar tatkala melihat isi lemari pendingin

Mana mungkin aku mengkonsumsinya. Aku memutar mata malas, lalu menutup kembali lemari pendingin sambil mendesah kecewa.

Aku jarang mau mengkonsumsi obat pereda asam lambung. Hanya di kondisi tertentu saja aku mengkonsumsinya. Tapi untuk kali ini, sepertinya aku butuh obat, mengingat tadi isi lemari pendingin hanya ada air putih dingin serta es batu.Tetapi, aku tidak tahu di hunian Kak Aidan ada atau tidak, kalaupun ada juga aku tidak tahu diletakkan dimana.

Aku menghela nafas panjang lalu duduk di kursi meja pantry.

"Kak Aidan kemana, sih?" Gumamku bertanya-tanya. Pasalnya beberapa jam tadi Pria itu tidak bisa masuk kamar karena aku kunci. Aku khawatir dia butuh sesuatu di dalam kamarnya saat aku kunci dan ketiduran tadi.

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang