Chapter 47

1.3K 124 4
                                    

Tekanan dan pacuan fokus tidak ingin ada distraksi apapun, seringkali aku rasakan setiap kali masuk pekan ujian. Seolah rotasi pikiranku, semua terarah dan tertuju pada penyelesaian semua tugas. Ini sebenarnya toxic. Terakhir kali aku tidak mengotrol tekanan dan pacuan fokus ini, berakhir lupa memasukan apapun ke dalam perut selain air mineral selama hampir dua puluh empat jam.

Itulah kenapa maag-ku kambuh parah setelahnya. Tapi, selepas kejadian itu, untuk yang kali ini aku memberi manajemen dan membuat timeline pengerjaan, agar semua terstruktur dan runtun, guna menghindari kejadian semester satu lalu yang membuatku semakin menyiksa diri dengan hanya fokus bagaimana caranya agar tugasku selesai.

"Mmm harus lebih kompleks lagi ya ... tunggu, kalau menurut kamu gimana, Ze? Kita sepakatin dulu seputar sudut pandangannya ya,"Kataku mencoba mendapat opsi lain dari diskusi tugas project.

"Gue lebih prefer ke diskriminasi muslim women-nya, sih. Kalau berkaca pada situasi saat ini ya ... sekarang kan kasusnya banyak nih, gimana kalau kita ambil satu kasus yang ada, untuk dijadikan study penelitiannya? Jadinya, udah pasti ada kasusnya dan kita cuman butuh teori, kalau metode kita deskriptif kualintatif dan teknik penelitiannya kajian pustaka atau studi kepustakaan. Gimana menurut kalian?" Zeheen memberi saran

"Eh, tapi kalau di pikir-pikir yang diskriminasi ini bisa masuk ke ranah sosial nggak, sih? karena kan cakupannya udah budaya sekitar dan lingkunganya? misal kita ambil contoh kasus diskriminasi islamophobia di perancis, yang muslimah nggak boleh berhijab dan harus lepas hijab. Karena kita tau, agama mayoritas di sana bukan islam dan negara mereka sama sekali belum tersentuh dengan adanya islam, dan sejak dulu bahkan penghinaan islam sering terjadi di sana kan. Jadi opsinya ada dua, dari sudut kekerasan dan sosial." Kini Aleena yang mengajukan pertanyaan

"Mmm, masuk, sih. Tapi, tergantung kita mau ambil contoh kasus yang mana. Kalau di prancis bisa kita pautkan sama aspek sosial. Nah, beda lagi kalau kasusnya diskriminasi di palestina, itu aspeknya ke politik karena perkara penjajahan kan." Aku menyahut

Topik project jurnal kali ini kami kedapatan tema muslim women. Aku kedapatan sekelompok bersama Alenaa dan Zeheen. Kami sepakat mengambil isu diskriminasi muslim women yang sudah kami diskusikan. Dea pernah bercerita, dulu semester satu, dia pernah kedapatan tugas akhir membuat jurnal artikel dalam kurun waktu satu semester, dosennya pun tidak meminta harus di publikasikan di jurnal ber-sinta. Tapi pada akhirnya jurnal artikelnya tidak terbit. 

Di luar anak itu mungkin ada kendala lain dalam pengerjaan tugasnnya. Tapi, bayangan ketakutan pada tugas kali ini lumayan meresahkan untuk kami. Jika Dea yang membuat project jurnal dalam kurun waktu satu semester saja bisa tidak terbit, bagimana denganku yang pengerjaannya selama satu bulan dan harus terbit di sinta dua. Itupun masih tergantung dosennya. 

"Cuy kebelet pipis ... break bentar ya." Aku dan Aleena saling pandang. Lalu kami bergantian menganggung.

Aleena menjatuhkan kepala di atas meja. "Ini kira-kira selesai nggak ya, Ra? ... jurnal sinta dua, pengerjaan cuman sebulan? Kurang dibuat gila apa lagi kita, cuman ini belum gila beneran aja." Keluh Aleena

Ada sebuah kalimat fenomenal yang aku ketahui baru-baru ini. Katanya fase ujian akhir semester itu, bisa dibilang fase mahasiswa dibuat sinting-sintingnya. Hampir gila tapi masih mode aman, di samping stressnya kadang suka melebihi beban pikiran presiden.

"Pasti bisa, intinya sekarang kita tentuin bagian-bagian yang susahnya dulu. Kayak rumusan masalah, metode penelitian, terus tekniknya mau kayak gimana. Udah deh, pasti selesai kok," kataku dengan optimis. Perlu di garis bawahi, kadang pikiran-pikiran yang memancing kemungkinan ada kegagalan itu perlu di buang jauh-jauh. Sebab jika tidak, maka seterusnya yang tertanam dalam diri ketika sedang berusaha adalah ketakutan akan gagal.

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang