03. Extra Part

1K 92 25
                                    

Cuti satu tahun yang Kak Aidan gunakan, semua dirampung untuk perjalanan bulan madu kami ke Turkiye, totalnya ada dua belas hari. Awalnya kami memiliki tiga kota untuk di kunjungi, karena libur cuti hanya diberikan dua belas hari, tidak memungkinkan kami untuk pergi ke tiga kota sekaligus di Turkiye. Jadi, mau tidak mau destinasi kota yang kami pilih hanya ada dua saja, Edirne dan Isparta.

Sampai di bandara istanbul, aku dan Kak Aidan harus menyewa kendaraan untuk ke Edirne dua dalam perjalanan. Hari pertama itu kamu putuskan untuk istirahat dan mengisi energi sebelum memulai perjalanan lagi esoknya. Hotel penginapan kami dekat dengan City center-nya Edirne dan dua kilometer dari sana, ada masjid Selimiye yang kental akan sejarahnya.

Kak Aidan sudah membooking suit kamar selama lima hari ke depan. Setelah itu, kami baru pindah ke Konya dengan perjalanan sembilan jam pakai mobil, lima jam dengan kereta. Untuk yang perjalanan selanjutnya, aku dan Kak Aidan memutuskan untuk menaiki kereta nanti.

Aku membuka koper untuk merapikan baju-baju dan meletakkan di hanger yang disediakan dalam kamar. Sementara, Kak Aidan, dia sudah tidak betah dengan lengket dan keringat di tubuhnya, meski turkiye sudah memasuki musim dingin.

"Raaaaa," Panggil Kak Aidan sedikit meninggi.

"Aku dengaar." Sewotku. Aku menoleh karena dirasa sosok yang memangilku antensinya sudah dekat denganku. Dan, kudapati setelahnya Kak Aidan yang hanya mengenakan handuk sebatas pinggang

Sikap spontan memalingkan wajah, membuat Kak Aidan bersembunyi di balik pintu kamar mandi. "Kak Aidan kebiasaan, deh. Bikin aku kaget terus." Aku melayangkan protes di satu sisi bukan kesal yang aku rasakan, melainkan malu.

Kak Aidan hanya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal itu. "Itu... aku nggak ngerti ubah shower air mandi biasa ke yang hangat gimana. Bantuin dong."

Aku menormalkan mimik wajah. Mau dijelaskan pun pasti percuman, Kak Aidan tidak akan ngerti. Karena memang shower mandi di Turkiye sedikit berbeda penggunaannya. Aku beranjak bangun dan mengabaikan penampilan Kak Aidan saat masuk kamar mandinya.

"Nih, lihat caranya ..." Aku memutar kerang air ke arah kiri, kemudian memutar keran yang tersambung di shower. "Kalau mau ukur suhu panasnya, tekan yang ini aja. Terus sesuaikan sama kehangatan yang kakak mau."

"Yang ini untuk apa, Ra?" Tanya Kak Aidan langsung memutar keran air biasa, hingga air itu keluar tepat dari shower di atas kepalaku.

"Kaaaa!" Aku memekiki keras kala air shower nyembur keluar membasahi bagian atas tubuhku, karena Kak Aidan memutar penuh kerannya.

"Aduh!" Kak Aidan ikut terkejut dan panik, spontan langsung mematikan kerannya dengan memutar ke arah berlawanan.

Melihat bagian atasku basah, dia melipat bibirnya, menahan tawa."Ka basaaahh!" Keluhku panjang

"Maaf, aku nggak tau." tidak ada kulihat wajahnya merasa bersalah sama sekali. Kak Aidan malah cengengesan.

Aku menekuk wajah. "Gini aja, deh. Kita mandi bareng aja supaya nggak lama ganti-gantian, di luar dingin banget soalnya."

"Nggak mau!" Aku menolak keras. Bisa-bisanya Kak Aidan dengan enteng berbicara seperti itu.

"Badan kamu basah, nanti masuk angin kalau kita saling tunggu." Kak Aidan kekeh. Memangnya aku tidak tahu akal-akalan liciknya itu

"Ya udah, kalau gitu aku duluan yang mandi."

"Kamu nggak liat aku sudah kayak gini..." Dia bermaksud menyinggung keadaanya tubuhnya yang sudah terbuka semua, tapi tertutup dengan handuknya.

"Ya terus? kakak mau duluan? Kalau gitu, aku habis Kak Aidan aja." Aku juga akan mencari berbagai alasan untuk tidak memenuhi keinginan Kak Aidan itu.

"Cepetan mandinya.. Aku tunggu," Sambungku. Tanganku di cekal Kak Aidan saat mau pergi keluar

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang